iaminkuwait.com, JAKARTA — Tes darah baru menggunakan kecerdasan buatan (AI) diyakini mampu memprediksi penyakit Parkinson tujuh tahun sebelum gejala muncul pada pasien. Penyakit Parkinson adalah suatu kondisi neurodegeneratif yang mempengaruhi sekitar 10 juta orang di seluruh dunia, terutama orang lanjut usia.
Penyakit ini dapat menimbulkan gejala seperti gemetar, gerakan lambat dan kekakuan otot, serta masalah fisik dan mental lainnya. Para peneliti menggunakan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi delapan biomarker berbasis darah. Para peneliti mengatakan tes tersebut memberikan diagnosis dengan akurasi 100 persen.
“Dengan mengukur delapan protein dalam darah, kami dapat mengidentifikasi pasien potensial Parkinson pada tahun sebelumnya. Artinya, pengobatan obat berpotensi diberikan pada tahap awal, berpotensi memperlambat perkembangan penyakit atau bahkan mencegahnya,” kata Michael Bartl. . . , salah satu penulis studi pertama berasal dari Universitas Medical Center Göttingen.
Mereka juga menganalisis darah 72 pasien parasomnia yang berhubungan dengan gangguan neurodegeneratif. Para peneliti melakukan observasi selama lebih dari sepuluh tahun untuk melihat apakah tes darah dapat memprediksi apakah pasien ini akan mengembangkan Parkinson. Tes tersebut mengklasifikasikan 79 persen pasien dengan profil yang sama dengan penderita penyakit Parkinson.
Identifikasi pertama yang benar pada pasien yang akan mengembangkan penyakit ini terjadi 7,3 tahun sebelum timbulnya gejala, menurut penelitian. “Kami berencana menggunakan AI untuk menemukan biomarker baru yang lebih baik untuk penyakit Parkinson dan mengembangkannya menjadi sebuah tes yang dapat kami lakukan di laboratorium besar. Dengan dana yang cukup, kami berharap hal itu dapat dilakukan dalam dua tahun,” kata Kevin Mills, senior penulis dari University College London seperti dilansir Euro News, Selasa (25/6/2024).
Ray Chaudhuri, profesor neurologi di King’s College London, mengatakan tes darah tetap diperlukan untuk penyakit Parkinson. “Jika direplikasi dalam penelitian yang lebih besar, tes ini bisa sangat berharga dalam mendukung diagnosis penyakit Parkinson,” katanya, menurut Chaudhuri, namun pertanyaannya tetap mengenai etika diagnosis prediktif versus konseling berdasarkan tidak adanya penyakit tersebut . . modifikasi pengobatan Saat ini.