iaminkuwait.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan komitmen pemerintah Indonesia mengembangkan industri kendaraan listrik (EV) dengan konsep ramah lingkungan, khususnya pada pengolahan bahan baku nikel. . baterai kendaraan listrik.
“Ada inisiatif pemerintah (untuk mengembangkan industri hijau), dengan penerapan batasan dan pajak emisi karbon pada tahun ini, dan pada saat yang sama pembangkit listrik tenaga batu bara baru dilarang,” kata Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Jumat. (3/5/2024).
Katanya, upaya ini dilakukan agar industri pengolahan nikel Indonesia lebih ramah lingkungan, karena saat ini masih banyak terdapat smelter berbahan bakar batu bara.
Meski demikian, dia tak memungkiri realisasi program transisi hijau bergantung pada ketersediaan modal, salah satunya diperoleh melalui pendapatan ekspor nikel olahan atau penanaman modal asing langsung untuk pembangunan pabrik smelter.
Ia juga menyayangkan keberatan senator Amerika Serikat (AS) terhadap produk ekspor nikel Indonesia terkait isu lingkungan karena batu bara masih digunakan sebagai bahan bakar di smelter.
Dalam artikel yang terbit 1 Mei di situs majalah Foreign Policy, Luhut menyebut langkah tersebut tidak bijaksana karena bisa menghambat kemampuan pasokan nikel untuk industri kendaraan listrik di AS sendiri.
Pasalnya, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Selain itu, penggunaan kendaraan listrik dapat memberikan manfaat karbon bersih bagi AS.
“Agar pengurangan emisi di Amerika bisa bermakna, masyarakat Amerika harus menggunakan lebih banyak kendaraan listrik. Sektor transportasi adalah penghasil emisi terbesar di negara ini, sementara kurang dari 1 persen kendaraan di Amerika adalah kendaraan listrik,” katanya.
Artikel majalah Amerika Serikat berjudul “Tidak Ada Nikel Indonesia, EV Tidak Punya Masa Depan di Amerika”.
Dalam artikel tersebut, Luhut mengatakan tanpa nikel Indonesia, pasar kendaraan listrik Amerika akan terpuruk dan Indonesia memiliki cadangan logam terbesar di dunia.
Namun, beberapa anggota Kongres AS bekerja sama dengan pesaing asing dari Indonesia memutuskan untuk memblokir impor nikel olahan dari Indonesia. Kini, perusahaan-perusahaan di sana terpaksa beralih dari menjual kendaraan bertenaga gas, yang pada akhirnya adalah para pekerja otomotif AS. siapa yang akan dirugikan,” tulis Luhut.
Luhut menegaskan, keberatan para senator fokus pada isu lingkungan hidup, sebab banyak smelter di Indonesia yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya. Bagi sebagian orang, hal ini kurang dapat diterima meskipun manfaat karbon bersihnya adalah menghilangkan mobil bermesin pembakaran dari jalan raya nantinya. Menurut Luhut, cara pandang seperti itu pada akhirnya merugikan diri sendiri.
“Agar pengurangan emisi di Amerika bisa bermakna, masyarakat Amerika harus menggunakan lebih banyak kendaraan listrik. Sektor transportasi adalah penghasil emisi terbesar di negara ini, sementara saat ini kurang dari 1 persen kendaraan di Amerika adalah kendaraan listrik.
Ia juga mengatakan nikel Indonesia bisa lebih ramah lingkungan. Namun, agar hal ini dapat terwujud, pembangunan ekonomi melalui penerimaan ekspor atau investasi asing langsung sangatlah penting.
“Ada juga inisiatif pemerintah mengenai batasan dan pajak emisi karbon yang akan diterapkan tahun ini, sekaligus larangan pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Namun transisi hijau di Indonesia pada akhirnya bergantung pada modal, kata Luhut. .
Dia mengatakan kekhawatiran anggota parlemen AS mengenai lingkungan hidup mengenai usulan perjanjian perdagangan bebas juga didukung oleh ketegangan antara Beijing dan Washington. Sebuah perusahaan Tiongkok terlibat dalam pemurnian nikel di Indonesia. Namun, begitu pula perusahaan Korea Selatan dan bahkan Amerika.
“Jika AS memutuskan untuk menerapkan larangan menyeluruh terhadap nikel Indonesia hanya karena kehadiran negara lain dalam industri ini, tindakan tersebut akan bertentangan dengan jaminan Menteri Keuangan AS Janet Yellen bahwa sekutu Amerika di Indo-Pasifik tidak akan perlu melakukan hal yang sama. terpaksa harus memilih antara China dan AS. Akhirnya nikel Indonesia akan diekspor, kata Luhut.
“Indonesia ingin bekerja sama dengan semua pihak. Tinggal Washington mau bergandengan tangan menciptakan masa depan yang lebih hijau. Tapi negara saya tidak akan menunggu selamanya,” tegas Luhut.