iaminkuwait.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Pusat Kajian Hukum Energi Pertambangan Bisman Bakhtiar turut angkat bicara soal persoalan Organisasi Masyarakat (ORMAS) pengelola pertambangan. Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 memuat keputusan Presiden Joko Widodo tentang perubahan PP No. 96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ditetapkan pada Kamis, 30 Mei 2024.
Dalam aturan tersebut terdapat aturan yang membuka peluang bagi ormas yang memiliki wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Hal ini tertuang dalam Pasal 83A PP No. 25 Tahun 2024. Menurut Bisman, hal tersebut bukanlah hal baru.
Pada tahun 2023 telah terbit Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2023. Aturan ini, jelas Wiseman, awalnya menyatakan badan usaha bisa memberikan penawaran dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Kementerian Investasi atau Kepala BKPM. Kini muncul PP Nomor 25 Tahun 2024. Aturannya, dia menilai ketentuan itu melanggar UU Minerba. Mengapa demikian?
“Karena dalam UU Minerba sudah jelas disebutkan bahwa badan usaha (swasta) yang mengakses IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) harus melalui lelang,” kata Bisman kepada iaminkuwait.com, Martes (Selasa). ). 4/6/2024). “Hanya BUMN yang akan diprioritaskan.”
Namun peraturan terbaru telah ditandatangani. Dia menjelaskannya dalam bahasa legal. Pada prinsipnya, batasan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan batasan yang lebih tinggi. Dalam hal ini, perintah Presiden lebih rendah dibandingkan PP. Maka PP berada di bawah hukum. Jangan berkelahi atau bertabrakan satu sama lain.
“Jadi menurut kami, yang pertama, sebaiknya pemerintah mengkaji ulang dan mencabut ketentuan PP tersebut. Kedua, dari segi kemanfaatan dan kebaikannya, tidak baik memberikan (peluang pengelolaan pertambangan) kepada ormas. Karena IUP itu harus dikelola. profesional,” kata Bisman.
Dia mencoba melihatnya dari sudut yang berbeda. Menurutnya, IUP akan memberikan manfaat bagi beberapa kelompok. Sebab, organisasi keagamaan tidak dibentuk untuk mendirikan unit usaha seperti perusahaan pertambangan.
Khususnya pertambangan batu bara. Bisman menjelaskan, saat ini kita berada pada masa transisi energi. Batubara mulai ditinggalkan, digantikan dengan energi terbarukan. “Ormas-ormas keagamaan sudah saatnya menghadapi energi kotor yang ditinggalkan dunia internasional. Nah, saya kira catatan hukum dan etiknya ada kaitannya dengan ormas pengelola tambang,” kata Direktur Eksekutif Center for Mining Energy Legal. Studi. .
Bisman mengatakan, setidaknya ada tiga syarat dalam mengelola usaha pertambangan. Pertama, dari segi administratif. Hal ini terkait dengan pengalaman organisasi bisnis. Kedua, dari persyaratan teknis. Selanjutnya, harus sehat secara finansial. Sebab unit usaha ini membutuhkan modal yang besar.
“Misalnya kalau ormas diberi izin usaha pertambangan, terpaksa, apakah bisa? Ujung-ujungnya ormas itu akan bekerja sama dengan kontraktor, perusahaan lain. dan apa yang terjadi ke depan akan memimpin yang lain,” kata Bisman.
Dalam peraturan yang ditetapkan, tujuan keputusan Presiden adalah untuk menjamin persamaan kesempatan dan keadilan dalam pengelolaan alam. Organisasi keagamaan yang mendapat IUP dari pemerintah adalah yang bergerak di bidang perekonomian. Hal ini bertujuan untuk memberdayakan perekonomian anggota dan kesejahteraan masyarakat.
Ormas yang memiliki IUPK tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri yang bersangkutan. Kriteria lahan pertambangan yang ditawarkan pemerintah kepada organisasi keagamaan adalah bekas kawasan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). PKP2B merupakan perjanjian antara pemerintah dan perusahaan berbadan hukum untuk menyelenggarakan usaha pertambangan batubara.
Organisasi keagamaan yang ingin menguasai pertambangan harus mendaftarkan saham mayoritas pada badan usaha tersebut. Organisasi usaha massa keagamaan yang memperoleh IUPK dilarang menjalin kerja sama dengan mantan pemegang PKP 2B. dan kepada mitra afiliasi dari mantan pemegang lisensi.