iaminkuwait.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik merilis data September 2024 terjadi penurunan harga sebesar 0,12 persen setiap bulannya (mama/mtm). Situasi ini (deflasi) terjadi selama lima bulan berturut-turut pada tahun 2024.
Apa penyebabnya? Plt Direktur BPS Amalia Adininggar Vidyasanthy menjelaskan penurunan harga tersebut disebabkan oleh turunnya harga. Penurunan harga juga dipengaruhi oleh pasokan.
“Kontribusi deflasi, saya jelaskan tadi, lebih besar kontribusinya terhadap anjloknya harga pangan, seperti tanaman pangan, tanaman pekarangan, terutama cabai hijau, paprika hijau, tomat, kemudian penurunan daun bawang, kentang. dan wortel,” kata Amalia menjawab pertanyaan tim jurnalis, usai jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (1/10/2024).
Kemudian harga produk peternakan seperti telur ayam lokal dan daging ayam lokal mengalami penurunan. Beberapa bulan sebelumnya, produk ini mendapat peningkatan. Kemudian, dengan masa panen cabai rawit, cabai merah sehingga pasokan produk tersebut melimpah.
Pertanyaan selanjutnya, apakah ini pertanda menurunnya kemampuan masyarakat dalam membeli produk? “Nah, sebenarnya untuk mengaitkannya dengan apakah ada penurunan daya beli masyarakat, kita harus melakukan kajian lebih detail,” kata Amalia.
Harga yang diterima konsumen agak berkurang. Sebab, pasokan bertambah karena hasil panen atau biaya produksi menurun. “Nah, sebenarnya untuk mendapatkan kesimpulan seperti ini menunjukkan tanda-tanda daya beli masyarakat menurun, perlu dilakukan kajian lebih lanjut karena penurunan daya beli tidak bisa dipantau atau hanya berdasarkan statistik inflasi saja,” kata Amalia.
Dia menegaskan BPS akan mendalami lebih lanjut. Hal seperti itu tidak bisa diprediksi akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Pasalnya BPS mencetak data yang sudah terjadi.
Amalia memastikan BPS memiliki metodologi pengumpulan dan pengolahan data yang mengacu pada standar internasional. Independensinya bisa dipertimbangkan. Bahkan untuk kualitas.
“Kami juga mempunyai cara-cara tertentu untuk memilih waktu, tempat, dan sasaran peserta ketika melakukan survei harga konsumen. Tentunya pemilihan waktu dan tempat pasar mengacu pada pedoman yang ditetapkan standar internasional dan semua langkah juga kami lakukan. penerapan statistik tersebut untuk prosedur penjaminan mutu agar dapat menjamin mutu data yang diberikan,” kata Pj Kepala BPS.
Dia menjelaskan, inflasi bulanan yang terus menerus ini telah terjadi dalam beberapa periode terakhir. Pada tahun 1999, Indonesia mengalami inflasi selama tujuh bulan berturut-turut. Tepatnya pada bulan Maret 1999 – September 1999.
Saat itu, inflasi sedang tinggi akibat terdepresiasinya nilai tukar rupee terhadap mata uang asing. Seiring berjalannya waktu, situasi membaik. “Harga kembali seimbang, itulah yang menyebabkan penurunan harga (tahun 1999),” kata Amalia.
Periode penurunan harga lainnya terjadi pada bulan Desember 2008 – Januari 2009. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga minyak dunia. Kemudian pada tahun 2020, pada bulan Juli hingga September.
Dua hal yang ditegaskannya, yakni BPS selalu menjaga independensi dalam kegiatannya. Lantas, apakah deflasi selama lima bulan berturut-turut ada kaitannya dengan menurunnya daya beli atau menurunnya kelas menengah? Menurut Amalia, jawabannya memerlukan penelitian yang mendalam.
“Sekali lagi, untuk mengetahui ada tidaknya penurunan daya beli, kita perlu melihat dari berbagai aspek, tidak hanya inflasi saja.