Kasus Singapore Airlines, Bagaimana Cara Penumpang Tetap Aman Saat Pesawat Turbulensi?

REPUBLIKA.CO. Bahkan sebelum hal ini terjadi, beberapa penumpang mungkin sudah mendengar keributan yang meresahkan.

Dalam laman New York Times, Rabu (22/5/2024), data General Aviation Administration menyebutkan di Amerika Serikat pada periode 2009-2022, terdapat 163 penumpang dan awak pesawat yang mengalami luka berat akibat turbulensi. . Insiden kekerasan lainnya dalam beberapa tahun terakhir juga telah memakan banyak korban jiwa.  

Pada Maret 2023, tujuh penumpang dalam penerbangan Lufthansa dari Texas ke Frankfurt dilarikan ke rumah sakit karena luka ringan setelah terjadi turbulensi parah di pesawat mereka. Pada bulan Desember 2022, sekitar 20 orang, termasuk seorang bayi, terluka dalam penerbangan Hawaiian Airlines dari Phoenix ke Honolulu yang mengalami cuaca buruk sesaat sebelum mendarat. 

Kematian selama kerusuhan jarang terjadi, namun bukan tidak mungkin. Dalam jatuhnya Singapore Airlines SQ321, salah satu korban meninggal dunia, pria berusia 73 tahun bernama Geoff Kitchen. Semua peristiwa ini menimbulkan pertanyaan tentang sifat kerusuhan tersebut.

Turbulensi adalah pergerakan udara secara terus-menerus yang disebabkan oleh perubahan kecepatan dan arah angin, seperti aliran jet, badai petir, dan cuaca dingin atau hangat. Beratnya bisa berbeda-beda, juga karena perbedaan ketinggian dan tekanan udara. 

Turbulensi tidak hanya dikaitkan dengan cuaca buruk, tetapi juga bisa terjadi saat cuaca tampak tenang. Masalahnya adalah ia tidak terlihat oleh mata dan radar cuaca. Ada empat kategori gegar otak, yakni ringan, sedang, berat, dan berat.  

Jika terjadi turbulensi parah, pilot dapat kehilangan kendali atas pesawat, bahkan dapat menghancurkan pesawat. Studi terbaru menunjukkan bahwa terjadi peningkatan gangguan kecemasan dalam beberapa tahun terakhir. 

Perubahan ini disebabkan oleh perubahan iklim, khususnya dampak berbahaya karbon dioksida di atmosfer. Profesor meteorologi di Universitas Reading di Inggris, Paul Williams, telah meluncurkan penelitian yang menunjukkan bahwa perubahan iklim bisa meningkat tiga kali lipat pada akhir abad ini. 

Udara segar tersedia di dataran tinggi bahkan di musim dingin. Williams, yang telah mempelajari turbulensi selama lebih dari satu dekade, mengatakan bahwa turbulensi semacam ini di semua tingkatan diperkirakan akan meningkat secara global. 

“Penumpang maskapai penerbangan bisa saja terkena getaran pesawat hingga bertahun-tahun ke depan. Hal ini berpotensi melukai penumpang dan awak pesawat,” kata Williams. 

Robert Sumwalt, direktur Institut Keselamatan Penerbangan baru di Embry-Riddle Aeronautical University, menekankan bahwa tidak mungkin mencegah atau memprediksi semua kecelakaan. Selalu ada kemungkinan terjadinya hal yang tidak terduga.

“Secara umum tidak akan membahayakan penumpang dan tidak akan mengganggu bagian-bagian pesawat,” kata Sumwalt.

Dalam banyak kasus, kematian dalam kerusuhan sebenarnya bukan disebabkan oleh kerusuhan itu sendiri, melainkan karena keadaan lain. Lalu bagaimana cara menjaga keselamatan penumpang dan awak kabin selama penerbangan meski terjadi turbulensi? Secara umum, pesawat dirancang untuk tahan terhadap kondisi yang keras, dan tidak jarang pesawat mengalami kerusakan struktural akibat turbulensi. 

Namun turbulensi dapat melontarkan penumpang dan awak kapal serta dapat menyebabkan cedera serius seperti patah tulang dan pendarahan. Banyak ahli berpendapat bahwa tetap duduk dan mengenakan sabuk pengaman di pesawat adalah cara terbaik untuk mengurangi risiko cedera.

“Jika Anda tetap mengenakan sabuk pengaman, Anda tidak akan terluka,” kata Thomas Guinn, profesor aeronautika di Universitas Embry-Riddle. Berbeda jika seseorang tidak memakai ikat pinggang. Dalam turbulensi yang parah, penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman dapat terlempar dari tempat duduknya dan terlempar ke berbagai arah.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *