Risiko Bunuh Diri Meningkat Pada Hari Senin dan Tahun Baru, Apa Kaitannya?

iaminkuwait.com, JAKARTA – Penelitian menemukan bahwa orang lebih berisiko melakukan bunuh diri pada Senin dan Tahun Baru. Temuan ini didasarkan pada penelitian internasional yang mencakup 1,7 juta kasus bunuh diri di 26 negara antara tahun 1971 dan 2019.

Studi tersebut menunjukkan bahwa risiko bunuh diri lebih tinggi pada hari Senin di semua negara yang diteliti. Namun, terdapat perbedaan regional di seluruh dunia. Sebagian besar negara di Amerika Utara, Asia, dan Eropa memiliki tingkat bunuh diri di akhir pekan yang lebih rendah, namun risiko bunuh diri di akhir pekan meningkat di negara-negara di Amerika Selatan dan Tengah, Finlandia, dan Afrika Selatan.

Belum jelas apa penyebab kondisi ini. Namun, para peneliti berpendapat bahwa peningkatan beban kerja di awal minggu, konsumsi alkohol di akhir minggu, dan isolasi sosial selama liburan mungkin berperan.

Sementara itu, peningkatan risiko bunuh diri di tahun baru dapat dilatarbelakangi oleh rasa takut atau cemas akibat efek mabuk-mabukan. Risiko ini lebih serius terjadi pada laki-laki, yang cenderung minum lebih banyak dan memiliki jaringan sosial yang lebih lemah dibandingkan perempuan.

“Orang-orang cenderung minum banyak alkohol pada Malam Tahun Baru, dan jika mereka sudah berada di bawah tekanan emosional, efek fisik dari alkohol dapat diperburuk dan dapat membuat seseorang berada di ambang batas,” kata peneliti dari Universitas Nottingham, Brian O.’ Shea, seperti dilansir Euronews, Kamis (24/10/2024).

Namun, angka bunuh diri pada Tahun Baru bergantung pada negaranya, dengan risiko terendah di Jepang dan tertinggi di Chile. Para peneliti juga meneliti dampak Tahun Baru Imlek di Tiongkok, Korea Selatan, dan Taiwan, dan menemukan bahwa risiko bunuh diri menurun di Korea Selatan pada hari tersebut.

Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan budaya di berbagai negara, seperti keyakinan agama, waktu liburan, dan harapan mengenai keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan, mungkin menjelaskan alasan bunuh diri ini. “Kita perlu mencermati kondisi budaya yang berbeda di berbagai daerah,” kata peneliti. O’Shea mengatakan temuan ini dapat membantu memperkuat argumen untuk meningkatkan jumlah staf di hotline penyelamat jiwa dan darurat lainnya selama masa-masa berisiko tinggi seperti Tahun Baru.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *