iaminkuwait.com, JAKARTA — Peneliti Pusat Bisnis, Perdagangan, dan Investasi Ario Irhamna mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan beban utang yang sangat besar pada pemerintahan Prabowo Subianto. Ariyo mengatakan, kewajiban utang pada tahun 2025 sebesar Rp 775 triliun semakin menurunkan posisi keuangan pemerintahan Prabowo.
“Pembayaran bunga utang akan meningkat signifikan mulai tahun 2022, menjadi belanja pemerintah terbesar kedua setelah belanja lainnya,” kata Ariyo Indef saat debat publik ‘RAPBN 2025 di Era Perubahan: Apa yang Diharapkan?’ di Jakarta, Minggu (18/8/2024).
Dalam rencana belanja pemerintah pusat RAPBN 2025, Ariyo menyebutkan pembayaran pinjaman akan mencapai Rp5,5 triliun atau tertinggi kedua setelah belanja dan Rp6,3 triliun. Ariyo mengatakan, rasio pembayaran beban utang yang lebih tinggi dibandingkan belanja modal, belanja material, dan belanja tenaga kerja akan terus berlanjut mulai tahun 2022 dan seterusnya.
“Ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan ruang fiskal tahun 2025 akan semakin terbatas pada periode pemerintahan baru dan warisan buruk kepemimpinan Pak Jokowi kepada Pak Prabowo,” kata Ario.
Ia menilai ketatnya ruang fiskal tercermin dari menurunnya alokasi belanja pemerintah pada belanja Kementerian/Lembaga (KL). Hal ini berbeda dengan peningkatan alokasi belanja pemerintah pada sektor non-KL.
“Hal ini menunjukkan posisi keuangan menyusut akibat peningkatan pembayaran utang. Peningkatan porsi belanja di luar KL disisihkan untuk membayar utang,” kata Ario.
Menurut Ariyo, tingginya utang membuat pemerintah kesulitan menentukan alokasi anggaran untuk program-program utama seperti hilirisasi dan infrastruktur. Dampaknya, anggaran kementerian dan lembaga terkait pertanahan dan infrastruktur berkurang dalam RAPBN tahun 2025.
Baca: Pitch Black 2024, Delegasi TNI AU Raih Lima Penghargaan dari Australia
“Kalau disebut prioritas, tapi alokasi anggarannya benar-benar dikurangi, tidak sejalan dengan keputusan pemerintah,” kata Ario.
Sementara itu, Pusat Indef Makroekonomi dan Keuangan Riza Annisa Pujarama, Riza menjelaskan APBN tahun 2025 tidak sama dengan APBN tahun 2024, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi sebesar 2,5 persen. Harga akan naik 7,1 persen hingga kenaikan nilai tukar Rupee Rp16.100 per dolar AS.
Padahal, jika melihat posisi konsep dasar ekonomi makro dalam RAPBN tahun 2025, tidak seoptimis tahun-tahun sebelumnya, kata Riza dalam debat publik Indef tentang RAPBN 2025 di Era Perubahan: Apa yang Diharapkan. ?’ Jakarta, Minggu.
Baca: TNI AL Tangkap Tiga Tersangka di Selat Malaka
Riza mengatakan, pertumbuhan ekonomi akan tetap sama dibandingkan tahun 2024, meski inflasi turun hingga 2,5 persen. Namun, pemerintah harus menjaga inflasi ini tetap rendah karena telah terjadi inflasi dalam beberapa bulan terakhir.
“Turunnya inflasi mengindikasikan penurunan daya beli secara umum dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dari sisi belanja dan konsumsi rumah tangga,” kata Riza.
Kenaikan nilai tukar sebesar Rp…