REPUBLIKA.CO. Cara pengendalian inflasi ini ditempuh untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti laju perubahan lahan, ketidakstabilan iklim akibat La Nina, perbedaan harga komoditas, dan berbagai dampaknya terhadap dunia.
Proses digitalisasi dimulai dengan memperkenalkan sistem pemantauan pangan dan harga berbasis Jawa ‘Senopati’ dan sistem pengelolaan keuangan petani/warga (BUMP/BUMD) yang disebut ‘Semar’.
Erwin Haryono, Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI, menjelaskan bahwa proyek ‘Senopati’ dirancang untuk membangun hubungan antara data dan informasi untuk menganalisis pangan dan harga secara tepat waktu. Saat ini fokus ‘Semar’ adalah melaksanakan pengelolaan keuangan petani dan pengelolaan pangan.
Kedua isu ini diharapkan dapat memperkuat pengelolaan BUMD dan BUMP usaha pertanian, meningkatkan kerja sama antar daerah (KAD), dan mengurangi sampah pangan, kata Erwin dalam konferensi pers. 2024).
Pulau Jawa disebut-sebut menjadi pusat pangan dunia untuk beras, keripik, dan keripik. Inflasi tahunan wilayah Jawa pada Juli 2024 tercatat sebesar 2,10 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan laju inflasi sebesar 2,13 persen (yoy), dan tetap sebesar 2,5±1 persen (yoy). Namun tantangan kelangkaan lahan dan perubahan iklim di wilayah Jawa harus terus diwaspadai, ujarnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), berkurangnya lahan pertanian di Indonesia mencapai 238.000 hektar, dan 60% terjadi di wilayah Jawa. Hal ini menekankan perlunya kolaborasi dan penggunaan data terintegrasi, seperti yang dihasilkan oleh proyek ‘Senopati’ dan ‘Semar’, untuk memetakan wilayah potensial, mengembangkan strategi untuk mendorong pengurangan, dan meningkatkan distribusi guna mencapai swasembada pangan. ; . .
“Bank Indonesia meyakini kerja sama dan kerja sama seluruh TPID di Provinsi Jawa dan Tanah Air yang fleksibel dan cerdas, akan mampu mencapai stabilitas inflasi untuk terus memenuhi sasaran inflasi antara 2,5% ± 1 persen,” katanya.