iaminkuwait.com, JAKARTA – Psikolog Insight, Alfa Restu Mardhika memberikan pendapatnya terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami Cut Intan Nabila. Selebriti asal Aceh ini sempat beberapa kali menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suaminya, Armor Toreador selama lima tahun pernikahannya dan memilih bertahan demi buah hatinya.
Alfa mengatakan, banyak korban KDRT yang enggan melaporkan kekerasan atau perceraiannya demi menjaga kebahagiaan anak-anaknya. Mereka kebanyakan khawatir jika bercerai, anak-anaknya tidak akan mendapatkan kebahagiaan yang layak karena mereka akan tumbuh tanpa orang tua yang utuh.
“Korban seringkali takut dengan pandangan masyarakat yang menganggap perceraian itu memalukan, apalagi jika ada anak dalam keluarga. Ujung-ujungnya, korban memilih untuk terus melakukan hubungan kekerasan demi anak,” kata Alfa saat dihubungi. iaminkuwait.com, Rabu (14/8/2024).
Namun Alfa menegaskan, hidup dalam rumah tangga yang penuh kekerasan dapat memberikan dampak psikologis negatif pada anak. Apalagi jika melihat kasus Cut Intan Nabila yang pelakunya melakukan kekerasan di depan anak sendiri.
“Kekerasan yang terjadi di hadapan anak-anak, bahkan ketika masih kecil, dapat membekas dalam ingatannya dan dapat menimbulkan luka psikologis yang mendalam. “Ini sangat berbahaya bagi perkembangan anak di masa depan,” kata alumni Psikologi Universitas Indonesia ini.
Alfa juga menegaskan, harapan agar pelaku KDRT bisa berubah seringkali tidak realistis, apalagi jika pelaku tidak benar-benar menyadari kesalahannya. Yang perlu ditegaskan, pelaku KDRT tidak akan berubah jika tidak menyadari kesalahannya, kata Alfa.
Dalam menangani kekerasan dalam rumah tangga, Alfa juga menekankan pentingnya memberikan batasan yang jelas dalam hubungan rumah tangga. Misalnya saja ketika KDRT terjadi pertama kali, pelaku biasanya akan meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Jika korban memutuskan untuk memberikan kesempatan kedua, maka korban harus mengatakan bahwa jika kekerasan terjadi untuk kedua kalinya, maka sudah melewati batas dan harus dilaporkan.
“Masing-masing pasangan harusnya menetapkan batasan sesuai kebutuhannya masing-masing. Biasanya setelah KDRT, pelaku akan meminta maaf dan berjanji. “Karena kalau dibatasi seperti itu, akan terjadi siklus kekerasan,” kata Alfa.
Ia juga mengingatkan bahwa kekerasan fisik dalam rumah tangga bisa sangat berbahaya bahkan berakibat fatal jika tidak ditangani dengan serius. Sebab, ia meminta para korban KDRT tidak pernah takut melaporkan pasangannya.
“Jika ada pasangan yang berani melakukan kekerasan fisik, itu seharusnya menjadi masalah. Sebab kekerasan dapat membunuh korbannya. “Itulah mengapa sebagai perempuan atau laki-laki, kita perlu memprioritaskan keselamatan diri sendiri dibandingkan pasangan yang beracun,” kata Alfa.