JAKARTA – O2 Arena London meminta maaf karena menolak masuknya pria yang mengenakan kaus bertuliskan “Bebaskan Gaza”. Pada tanggal 10 Agustus 2024, seorang pria dan istrinya datang untuk melihat pertunjukan langsung Peter Kay, namun dihentikan oleh petugas keamanan di pintu masuk karena kaos tersebut dianggap melanggar aturan tempat tersebut.
Petugas keamanan mengatakan bahwa kaos tersebut tidak diperbolehkan masuk ke dalam lokasi dan meminta pria tersebut untuk membeli kaos lain. Pejabat lain mencatat bahwa O2 adalah “forum non-politik” dan tidak memihak dalam slogan-slogan tersebut.
AEG Europe, pemilik O2 Arena, mengatakan penolakan pasangan tersebut didasarkan pada kebijakan zat terlarang di tempat tersebut. Mereka mengatakan bahwa banyak barang yang dilarang dibawa ke dalam venue untuk mencegah bahaya atau gangguan terhadap acara dan peserta lainnya.
Namun perilaku AEG berubah total saat mendapat kritikan dari masyarakat. Video kejadian tersebut mulai viral di media sosial, sehingga memicu seruan boikot terhadap tempat tersebut.
AEG Europe kini telah mengeluarkan pernyataan resmi permintaan maaf. Seperti dilansir NME, Senin (19 Agustus 2024), mereka berkata: “Kami dengan tulus meminta maaf atas ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang ditimbulkan oleh insiden ini.”
“Kami menampung 20.000 orang setiap malam dan kami berusaha membuat keputusan terbaik dengan informasi yang kami miliki. Namun kami tidak selalu membuat keputusan yang tepat dan kali ini… Kami membuat keputusan yang salah dan kami minta maaf. Kami ikut serta ini,” kata AEG dalam sebuah pernyataan.
AEG juga mengatakan pihaknya memiliki kebijakan barang terlarang di O2 Arena untuk memastikan keselamatan dan keamanan publik. Namun mereka mengaku salah karena menganggap kaos “Bebaskan Gaza” mengganggu atau berbahaya.
AEG mengatakan: “Pakaian dengan pesan pribadi tidak menimbulkan bahaya atau ketidaknyamanan dan harus diizinkan masuk.”
Sementara itu, pada bulan Juni, banyak label rekaman, aktivis dan pemangku kepentingan lainnya menyerukan boikot terhadap budaya Israel melalui Kampanye Palestina untuk Boikot Akademik dan Budaya Israel (PACBI). Peristiwa tersebut bertepatan dengan serangan udara Israel di Rafah, Palestina. Diperkirakan sedikitnya 37 orang tewas dalam serangan udara pada 27 hingga 28 Mei tersebut.
Organisasi musik, label, promotor termasuk Dark Entries, Techno Queers, Dweller, Noise Not Music, Night Slugs, Community 8-ball, Gold Bolus Recordings, NYC Noise, FIST dan banyak lagi berupaya mendukung boikot tersebut.
PACBI merupakan cabang dari gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) yang berada di balik gelombang boikot tahun ini di Great Escape Festival dan Latitude. PACBI didirikan pada tahun 2004 untuk secara khusus memantau boikot budaya, seni dan akademik dalam gerakan tersebut.
Itu