iaminkuwait.com, JAKARTA — Pemerintah menilai hal tersebut merupakan salah satu alat dalam pemulihan perkembangan kelas menengah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah kelas menengah terus menurun sejak tahun 2019, dari 57,33 juta orang atau 21,45% menjadi 47,85 juta orang atau 17,13% pada tahun 2024.
Ekonom senior INDEF Bustanul Arifin mengingatkan pemerintah untuk terus memperhatikan kelas menengah. Pasalnya, kelas menengah mempunyai peran penting terhadap kinerja perekonomian.
“Sisanya (kelas menengah) adalah driver, merekalah yang memilih,” ujarnya dalam Diskusi Publik INDEF “Penurunan Kelas Menengah” yang digelar secara online, Senin (9/9 September 2024).
Lebih lanjut ia menjelaskan, kelas menengah mempunyai peran penting secara sosial politik, penguatan atau perencanaan manajemen, kualitas kebijakan dan pertumbuhan ekonomi.
Kelas menengah juga mempunyai peran penting dalam demokratisasi, kebijakan ekonomi dan peningkatan kualitas dan institusi sosial. Oleh karena itu, dukungan kelas menengah terhadap perubahan kebijakan ekonomi dan politik hanya dapat terwujud jika kebijakan tersebut konsisten dengan kepentingan mereka.
Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa kelompok yang bekerja secara politik berupaya mendukung demokrasi, padahal mereka mempunyai banyak kebutuhan dalam kualitas pelaksanaan proses demokrasi.
“Karena bukan sekedar instruksi tapi mereka juga ingin ikut serta, dan yang menarik kelas menengah tidak mau pura-pura tidak mau ikut tapi tetap terlibat,” ujarnya.
Ia juga khawatir jika jumlah kelas menengah terus menurun, kemungkinan besar negara akan dilanda revolusi. Fenomena ini terjadi di negara-negara Amerika Latin seperti Venezuela, Kolombia, dan Panama.
“Indonesia perlu belajar banyak dari krisis di Amerika Latin. Kelas menengahnya kosong. Kalau turun terlalu banyak, kita takut akan terjadi pemberontakan,” kata Bustanul.
Saat ini, struktur sosial ekonomi di Amerika Latin hanya terbagi menjadi dua kelas: pemilik tanah dan kelas bawah dalam masyarakat. Dari pemilik rumah, ada kelas menengah kecil, lalu terjun ke bawah.
“Itu berbahaya, keyakinan ini cukup stabil. Keyakinan itu disebut berlubang di tengah, lubang di tengah itu tidak baik,” ujarnya.
Untungnya, kondisi kelas menengah di Indonesia tidak seburuk di Amerika Latin. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memperbaiki ketimpangan tersebut.