REPUBLIKA.CO. Pasalnya, situasi tersebut memalukan karena hal tersebut diharapkan bisa masuk dalam program strategi nasional yang diberi nama Pangan Bergizi Gratis (MBG) salah satu program populer pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Salah satu peternak sapi perah, Rifqi Maulana, melihat ada keanehan dalam situasi tersebut. Ia mengaku sempat mengikuti acara rekan-rekan seprofesinya di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang sangat sedih karena susunya akhirnya dibuang begitu saja.
Rifqi mengatakan para peternak ramai membicarakan isu ‘pencucian susu’ di grup WhatsApp, misalnya. Meski diakuinya, belum jelas alasan utama di balik protes tersebut.
Namun menurut data yang diperoleh dari ‘kacamata’ penghasil susunya, alasannya berbeda. Mulai dari persoalan beban pajak yang dihadapi para peternak yang membuat mereka tidak mampu melakukan usaha susu sapi, hingga memperkecil skala Industri Pengolahan Susu (IPS), hingga menghadapi ketatnya persaingan dengan susu impor.
Dan sangat disayangkan melihat masyarakat di daerah tersebut melakukan hal seperti ini (membuang susu/mandi susu), kata Rifqi saat ditemui di peternakan sapi perah di Jalan Mampang Prapatan XV. Apalagi kalau itu urusan mereka satu-satunya” nomor 2, Jakarta Selatan, Minggu (11/10/2024).
Rifqi menilai tindakan membuang susu atau ‘mandi susu’ merupakan salah satu bentuk ekspresi kekecewaannya terhadap para peternak, meski ia menilai susu yang tumpah adalah limbah. Menurut dia, tindakan tersebut harus direspon oleh pemerintah.
“Tindakan ini yang harus dipahami pemerintah. Sekarang pemerintah, termasuk aparat keamanan, kalau tidak maju maka tidak akan ada keadilan. Ini masalah kita.” Tentu kami sangat menyesal tidak menjaga teman-teman kami (petani).”
Rifqi mengatakan, peternak sapi perah sangat membutuhkan perhatian pemerintah. Berbagai kendala yang dihadapi petani perlu diberikan informasi dan solusi. Misalnya, soal penurunan standar IPS, harus ada pertemuan antara berbagai pihak, baik pemerintah, peternak, IPS, atau pengusaha susu.
Menurutnya, sangat sulit menentukan jumlah susu yang dihasilkan sapi di lapangan jika mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi sapi dalam produksi susu. Di sisi lain, IPS menetapkan standar bagi peternak sesuai dengan kebutuhan atau minat.
Terkadang, ketika susu sapinya bagus, namun asupannya tidak mencukupi, para petani jadi ragu mau menjualnya ke mana. Seringkali pada akhirnya para peternak akan memberikan ‘sisa’ susu yang tidak dijual secara cuma-cuma. Namun jika hal ini terus terjadi dan terus terjadi pada saat biaya produksi tidak murah, biasanya para peternak akan malu dan mengutarakan perasaannya, salah satunya dengan mandi susu.
Rifqi menjelaskan harga sapi minimal 20-Rp. Sedangkan susu sapi produksinya dihargai sekitar Rp 6.000 per liter. Payback periodnya, kata Rifqi, cukup lama, apalagi jika menghadapi kendala kuota atau kendala bisnis serius lainnya.
Lebih lanjut, menurut Rifqi, diperlukan lebih banyak penelitian untuk lebih memahami permasalahan yang dihadapi para penggembala di Boyolali dan Pasuruan. Soal pengurangan kuota, di Jakarta sendiri misalnya, para peternak berhubungan dengan Koperda Jakarta, dan Koperda Jakarta lah yang berbicara dengan IPS mengenai kuota tersebut. Mereka mengatakan komunikasi atau koordinasi dilakukan secara alami.
Pengumuman ini dinilai perlu, termasuk persaingan produk susu impor dari sapi dalam negeri yang menjadi permasalahan bagi peternak lokal. Ia meyakini, meski susu impor masih terus masuk ke dalam negeri, diharapkan susu dari peternak lokal akan diutamakan.
“Ada baiknya politisi mengetahuinya. Ya, harus ada proses terlebih dahulu sebelum aksi (‘mandi susu’) dilakukan,” ujarnya. “Kalau sebelumnya ada masalah, perbaiki, ini yang teratas,” ujarnya. .
Rifqi kemudian menggarap susu yang masuk dalam Program Pangan Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo-Gibran sejak masa kampanye. Menurutnya, pemerintah harus mewaspadai situasi kontradiktif tersebut.
Rifqi mengatakan, petani lokal senang dengan program ini karena ingin lebih terlibat dalam program pemerintah ke depan. Ia pun mengaku saat berkampanye di Pilpres 2024, ia melakukan pendekatan kepada pihak terkait yang menjanjikan program MBG, salah satunya penggunaan susu. Namun sejauh ini belum ada rincian lebih lanjut yang terungkap mengenai rencana tersebut. Tampaknya para petani masih menunggu penjelasan pemerintah.
Rifqi berkata: “Ini susu banget, kami senang. Tapi rencananya apa, aturannya apa, kami belum tahu.” Jika itu terjadi, utamakan, maka orang akan menikmatinya sendiri. ”
Diketahui, virus tersebut menyebabkan peternak sapi perah lokal membuang produksi susunya. Kasus tersebut terjadi di beberapa daerah seperti Boyolali dan Pasuruan.
Aksi protes tersebut dilakukan dengan menyemprotkan susu ke tubuh yang disebut juga ‘mandi susu’. Fenomena tersebut terlihat dari sejumlah video di media sosial yang memperlihatkan banyak orang melakukan aksi ‘mandi susu’.
Menanggapi permasalahan tersebut, Dewan Persusuan Nasional (DPN) mengaku prihatin dengan kondisi peternak sapi perah yang terpaksa mengambil tindakan membuang susu segar. Berdasarkan catatan DPN, setiap harinya ada lebih dari 200 ton susu segar yang terpaksa dibuang oleh peternak.
Direktur DPN Teguh Boediyana mengungkapkan isu dumping susu segar produksi peternak sapi perah dilakukan karena tidak diterima atau dibeli IPS. Teguh mengaku khawatir dengan tindakan IPS yang tidak mau menarik susu segar produksi peternak. Hal ini dinilai sebagai tindakan yang sangat kemanusiaan dan merupakan pengingkaran atas keputusan IPS selama melakukan impor dan pembelian susu segar yang dihasilkan oleh peternak sapi perah.
Langkah IPS juga nampaknya menambah kesengsaraan para peternak sapi perah yang saat ini terpinggirkan dan tidak pernah mendapatkan manfaat dari susu segar yang mereka berikan. DPN juga menilai, tindakan tidak diterimanya susu segar dari peternak sapi perah karena belum adanya penegakan hukum yang melindungi usaha peternak sapi perah dan menjamin keamanan pasar susu segar yang dihasilkan.
Untuk itu, DPN meminta pemerintah memperhatikan permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah. Menurut Teguh, seharusnya pemerintahan era Prabowo Subianto mengeluarkan peraturan yang mengatur peternak kecil, apalagi susu merupakan salah satu produk yang masuk dalam rencana nasional.
Teguh mengatakan: “Dalam konteks ini, Dewan Persusuan Nasional menghimbau pemerintah untuk segera mengeluarkan arahan pemerintah, setidaknya dalam bentuk keputusan presiden atau arahan presiden, untuk memungkinkan keberadaan dan kelangsungan usaha kecil.”
Teguh mengatakan arahan tersebut dapat menggantikan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pengembangan Produk Susu dan Pembangunan Nasional, yang dicabut pada awal tahun 1998 karena merupakan kelanjutan dari letter of Intent antara pemerintah Indonesia dan IMF.
Selain itu, Teguh mengatakan pemerintah harus mengembalikan kebijakan penjatahan susu terkait konsumsi susu segar. Kebijakan ini diterapkan sebelum masa reformasi dan dikenal dengan istilah Serapan Bukti (Busep).
“Setelah itu, pemerintah segera mengambil tindakan terhadap industri pengolahan susu untuk menghadirkan produksi susu segar kepada para peternak sapi perah agar tidak ada lagi permasalahan membuang-buang susu segar seperti sekarang,” ujarnya.