iaminkuwait.com, JAKARTA — Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Jika tidak diobati, infeksi HIV dapat berkembang menjadi sindrom imunodefisiensi (AIDS).
Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah apakah HIV bisa menular melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, seperti luka terbuka atau darah, dari pasien ke orang yang merawatnya. Andhika Rachman Sp.PD-KHOM, konsultan anemia, ahli onkologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana Jakarta, dr. Andhika Rachman Sp.PD-KHOM menyatakan, HIV dapat tertular melalui kontak langsung dengan tubuh, misalnya luka atau darah korban orang. siapa yang merawat mereka.
Andhika membahas kasus seorang anak berusia 9 tahun yang meninggal setelah merawat ibunya yang mengidap HIV di Surabaya, Jawa Timur. Andhika, Rabu (30/10/2024), mengatakan, “Dalam kasus anak yang dirawat oleh ibu yang terinfeksi HIV, risiko dapat timbul jika luka terbuka anak tersebut bersentuhan langsung dengan darah ibunya,” kata Andhika, Rabu. (30/10/2024).
Andhika mengatakan, kasus kematian anak saat merawat ibunya yang mengidap AIDS bisa jadi karena terpapar darah atau cairan tubuh. Selain darah, cairan tubuh juga bisa berupa cairan vagina, air mani, dan ASI.
Andhika mengatakan penggunaan alat kesehatan atau jarum suntik yang steril atau menyusui Andhika juga dapat meningkatkan risiko bayi tertular jika ibu memiliki virus atau jumlah HIV yang tidak terkontrol dalam darahnya. “Gunakan sarung tangan saat merawat luka, hindari penggunaan jarum suntik dan alat kesehatan yang tidak mengandung obat, dan jangan berbagi benda tajam seperti gunting kuku atau sikat gigi,” ujarnya.
Andhika mengatakan, penting bagi orang tua untuk mengetahui apakah anaknya berisiko tertular HIV jika ibunya mengetahui bahwa itu adalah HIV. Idealnya, bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus dites dalam 48 jam pertama setelah lahir dan kemudian setelah 1–2 bulan dan 4–6 bulan untuk menentukan apakah bayi tersebut terinfeksi.
“Tes PCR-DNA pada bayi baru lahir dapat dilakukan untuk mendeteksi keberadaan HIV,” ujarnya.
Anak yang terinfeksi HIV seringkali mengalami gejala seperti pertumbuhan terhambat, sulit menambah berat badan, sering diare, batuk berulang kali, infeksi oportunistik seperti pneumonia, atau pembengkakan kelenjar getah bening di berbagai bagian tubuh. Andhika juga menjelaskan, gejala lainnya bisa berupa infeksi kulit berulang atau infeksi jamur mulut yang sulit diobati.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua atau pengasuh untuk memperhatikan gejala pada anak dan segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penularan HIV tidak terjadi melalui sentuhan, pelukan, berbagi peralatan dapur, atau berada satu rumah dengan pengidap HIV.
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengingatkan, penularan HIV tidak terjadi melalui sentuhan, pelukan, berbagi makanan, atau tinggal serumah dengan pengidap HIV. Pendidikan yang lebih luas juga penting untuk mengurangi stigma dan memastikan bahwa semua orang tahu bahwa HIV tidak menular melalui interaksi sehari-hari.