Ekonom Indef: Tapera Berpotensi Turunkan Daya Beli Masyarakat

iaminkuwait.com, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan, pungutan tapera akan merugikan pengusaha dan penerima pekerjaan. Hal ini memberatkan baik pekerja maupun pemberi kerja, karena sebagian uang yang dipotong yakni 2,5 persen dari gaji ditanggung oleh pekerja dan 0,5 persen ditanggung pemberi kerja.

Jadi uang yang didapat buruh (disposable income) jadi lebih kecil, kata Eisha kepada Republika di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Eisha mengatakan, hal ini menyebabkan pengusaha mengeluarkan biaya tambahan saat mempekerjakan karyawan. Eisha mengatakan kebijakan ini bisa berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. 

“Jika pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat menurun, hal ini akan mempengaruhi konsumsi masyarakat”, kata Kepala Ekonomi Digital dan Media Center Indef. 

Eisha menilai kebijakan tersebut sangat tidak tepat saat ini. Pasalnya, Indonesia sedang menghadapi tekanan inflasi yang tinggi. 

Eisha mengatakan iuran tapera bisa mempengaruhi daya beli masyarakat. Menurut Eisha, penurunan konsumsi masyarakat tentu berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 

“Di satu sisi Tapera juga berdampak pada tabungan masyarakat, bisa meningkatkan investasi, namun secara umum dampak akhirnya masih harus dilihat jika peningkatan investasi lebih besar dibandingkan penurunan konsumsi,” lanjut Eisha. 

Dosen Ilmu Ekonomi Sekolah Ekonomi dan Manajemen IPB ini mengatakan permasalahan utama terkait Tapera adalah kepercayaan masyarakat terhadap dana yang dikelola dari tabungan. Eisha menilai kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana pemerintah merupakan tugas tersendiri. 

“Transparansi diperlukan bagaimana dana ini dikelola dan mekanismenya,” lanjut Eisha. 

Eisha mengatakan, backlog perumahan pada tahun 2023 tercatat sebanyak 12 juta rumah atau lebih dari tahun 2022 sebanyak 11 juta rumah. Eisha mengatakan, 93 persen rumah susun yang tertunda diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 60 persen diperuntukkan bagi pekerja informal. 

Eisha mengatakan iuran tapera bukanlah solusi untuk menyelesaikan permasalahan penarikan. Eisha mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab backlog biaya perumahan, mulai dari supply dan demand, ketersediaan lahan, tingginya harga, spekulasi hingga regulasi. 

“Jadi Tapera belum tentu efektif menyelesaikan masalah backlog. Namun tidak tepat jika negara memaksa swasta untuk ikut serta dalam program Tapera,” kata Eisha. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *