Kasus Batuk Rejan Masih Tinggi, Mayoritas Diderita Anak-Anak

iaminkuwait.com, JAKARTA — Kasus pertusis atau batuk rejan di Indonesia masih dinilai memprihatinkan. Berdasarkan statistik Kementerian Kesehatan, 2.163 dugaan infeksi dilaporkan di 199 kabupaten/kota dari 30 kabupaten pada tahun 2023. Saat ini terdapat 1.017 kasus dugaan pertusis di 147 kabupaten/kota pada tahun 2024.

Kepala Unit Koordinasi Penyakit Menular dan Tropis IDAI Dr. Anggraini Alam SpAK mengungkapkan keprihatinannya atas tingginya angka penderita pertusis. Meskipun jumlah kasus pada tahun 2024 akan lebih rendah dibandingkan tahun 2023, namun fakta yang mengkhawatirkan adalah bahwa Dr. Sekitar 72 persen kasus ini terjadi pada anak-anak yang belum menerima vaksinasi pertusis.

“Jadi yang paling menyedihkan bagi saya adalah, kalau dipikir-pikir kasus pertusis, sekitar 72 persen belum divaksin, 10 persen sudah divaksin 1-2 suntikan pertusis, dan 13 persen sudah divaksin 3 suntikan pertusis,” kata dr. . Angreni. Jumat (23/8/2024) dalam diskusi online.

Ia mendorong masyarakat dan kelompok khusus untuk menggalakkan vaksinasi pertusis di Indonesia. Menurut dia, vaksin pertusis bisa didapatkan secara gratis di layanan kesehatan masyarakat.

Pertusis memiliki gejala umum seperti batuk paroksismal yang diikuti dengan bunyi “whoop” dan seringkali disertai muntah, kata Dr. Pada bayi, gejalanya bisa bermacam-macam, antara lain berhenti bernapas secara tiba-tiba atau sianosis (kulit gelap) tanpa batuk. Dalam beberapa kasus, pertusis dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pendarahan, pneumonia, dan kejang.

Ada tiga jenis pertusis. Tahap pertama ditandai dengan gejala mirip flu seperti pilek, demam ringan, dan batuk lemah. Tahap kedua adalah tahap yang lebih parah dengan batuk paroksismal diikuti dengan suara “teriakan”, muntah dan kelelahan. Kemudian datanglah tahap ketiga pemulihan lambat, batuknya mereda.

Menurut Dr. Antraks, pertusis biasanya didiagnosis atau diselidiki setelah pasien mengalami gejala akut. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya diagnosis dini. Apalagi pada dua minggu pertama sebelum timbulnya batuk paroksismal, pengobatan dengan antibiotik akan lebih efektif jika dilakukan sejak dini.

Pemberian antibiotik pada tahap saat ini, paroksismal, atau tahap kedua mungkin tidak mengubah perjalanan penyakit, tetapi menghilangkan bakteri dari nasofaring dan mengurangi penularan. Namun, pengobatan tambahan memerlukan hidrasi, makanan, dan batuk. obat untuk meredakan gejalanya,” ujarnya.

Ia mengingatkan, gejala pertusis sering disamakan dengan alergi, asma, atau GERD. Oleh karena itu, pengenalan gejala yang tidak biasa sangat penting agar penyakit ini tidak terlewatkan.

Ia juga menekankan pentingnya vaksinasi bagi mereka yang pernah mengalami batuk rejan. “Sebenarnya setelah pertusis, anak-anak mungkin terlindungi, namun untuk perlindungan tambahan di kemudian hari, sebaiknya anak diberikan vaksin atau vaksin pertusis,” kata dr. Angreni.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *