iaminkuwait.com, JAKARTA – Jurnalis sepak bola senior dan pengamat olahraga Indonesia Mahfudin Nigara menilai kemenangan 4-1 Indonesia U-23 atas Yordania di Piala Asia U-23 bukan sekadar hasil bagus. Baginya Marcelino Ferdinanda dkk. tadi malam dia berada di masa jayanya, meliput sepak bola sejak 1980.
WIB Indonesia melaju ke babak delapan besar Piala Asia U-23 lewat kemenangan di Stadion Abdulla bin Khalifa Doha, Senin (22/4/2024) dini hari. Tim yang dilatih Shin Taeyeon itu mencetak 6 poin dalam dua kemenangan atas Jordan (4:1) dan Australia (1:0) serta kalah sekali dari tuan rumah Qatar (0:2).
Rizky Ridho dan kawan-kawan akan kembali beraksi pada Jumat (26/4/2024) di Stadion Al-Rayyan, Khalifa melawan juara Grup B Korea Selatan atau Jepang. Keduanya saat ini memiliki rating enam. Uniknya, Korea Selatan dan Jepang sama-sama menang 1-0 dan 2-0. Korea Selatan mengalahkan UEA 1-0 dan Tiongkok 2-0, sedangkan Jepang mengalahkan Tiongkok 1-0 dan UEA 2-0.
Nigar, sapaan akrab Bang Nig, menambahkan, hasil ini merupakan langkah positif dan merupakan langkah menjanjikan bagi kemajuan sepak bola Indonesia ke depan. Maklum, sepanjang sejarah Piala Asia yang dimulai tahun 1959 (yunior) yang merupakan rekor sejak tahun 80an, kejuaraannya hanya dibagi 2, senior dan junior, Indonesia hanya sekali menjadi juara.
Sahabat Bob Hippie, Sony Sandra, Ipong Silalahi, Faisal Yusuf, Rasjid Dahlan, Idris Mapakaja yang dipimpin oleh Jamiat Dalhar menjadi juara bersama dengan Burma (sekarang Myanmar) pada turnamen ketiga tahun 1961.
Sejak saat itu hingga Minggu (21/04/24) malam tadi, Indonesia hanya bermimpi untuk kembali meraih prestasi. Selama 63 tahun sejak 1961, timnas kita selalu gagal. Banyak model pembinaan yang diperkenalkan, namun hasilnya selalu nol.
Untuk itu, hasil yang diraih selama ini sungguh patut disyukuri. Keberhasilan masuk delapan besar ini merupakan hasil kerja semua pihak, termasuk tentunya pihak-pihak yang selalu mengkritik PSSI dan STY. model naturalisasi adalah cambuk untuk mencapai prestasi, ” kata Bang Nig.
Namun, dia mengingatkan agar masuk delapan besar jangan dianggap terlalu serius. Sebab jalannya masih panjang, keras dan berkelok-kelok.
“Lawan potensial kita, Korea Selatan atau Jepang, memiliki kualitas yang jauh lebih unggul dibandingkan Qatar, Australia, dan Yordania,” kata Bang Nig.
Namun, lanjutnya, kemenangan 4-1 atas Jordan bukan hanya kemenangan angka, tapi juga kemenangan persaingan.
Jujur saja, sepanjang sejarah peliputan timnas tahun 1980 hingga 2024, inilah tim dengan permainan terbaik. Marcelino Ferdinand, Muhammad Fajar Fathur, Muhammad Ferrari, Justin Habner, Rizky Ridho, Arhan Pratama, Nathan Tjo-A – uz , Ivar Jenner , Rafael Struik “, Vitan Suleman, cantik sekali. Kepercayaan diri mereka luar biasa. Ibarat pemain yang sudah bertahun-tahun berada di tim, bisa saling mengejar ketinggalan, sungguh luar biasa. Setidaknya ada 3-4 opsi lain yang bisa jadi sasaran,” kata Bang Nig yang juga pakar tinju.
Selain itu, Hernando Ari dan penggantinya Adi Satrjo juga tak kalah cemerlang dalam menjaga gawang. Setidaknya enam peluang Jordan berhasil diselamatkan empat kali oleh Hernando dan diblok dua kali oleh Andy. Keduanya menunjukkan kelasnya.
Ini juga yang membedakan tim-tim sebelumnya (1980-2016) sejauh yang saya amati. Tidak ada celah di starting line-up dengan pemain pengganti. Bahkan, STY bisa memindahkan pemain mana pun ke posisi yang dibutuhkan. Ini Artinya setiap pemain O bisa berpindah posisi tanpa kehilangan arti penting,” ujarnya.
Di masa lalu, ini didasarkan pada pengalaman liputan dan observasi selama puluhan tahun, dengan pemain kunci dan pemain pengganti dari liga lain. “Kalau pemain kunci, katakanlah ujung tombak Babang Nurdiansia, cedera, penggantinya tidak begitu tajam. Makanya selalu sangat sulit bagi pelatih untuk membenahinya,” kata Bang Nig.