iaminkuwait.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menilai risiko dan ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat. Situasi ini disebabkan oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan perubahan arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
Gubernur BI Perry Vargio mengatakan situasi tersebut memaksa investor global mengalihkan portofolionya ke aset yang lebih aman. Terutama dolar AS dan emas. Akibatnya banyak modal asing yang lari dan banyak nilai tukar melemah, termasuk di Indonesia.
Perry mencatat bahwa inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang kuat di Amerika Serikat telah mendorong spekulasi mengenai penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) yang lebih pendek dan lebih lama dari perkiraan atau kenaikan jangka panjang. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.
“Perkembangan ini dan besarnya kebutuhan pinjaman Amerika Serikat terus meningkatkan imbal hasil Treasury AS dan semakin memperkuat dolar AS secara luas dan global,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/4/) 2024).
Ke depan, kata dia, bank sentral akan terus mencermati risiko penurunan FFR dan dinamika geopolitik global. Sebab, hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian perekonomian global yang berkelanjutan sehingga dapat berdampak pada perekonomian dalam negeri.
Pada rapat Dewan Pengurus (Gubernur), Bank Indonesia (BI) juga menaikkan suku bunga acuan atau BI rate sebesar 25 basis poin (bps). Jadi sekarang 6,25 persen, tadinya enam persen.
BI juga menaikkan suku bunga fasilitas simpanan sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen. Suku bunga fasilitas pinjaman meningkat sebesar 25 bps menjadi 7 persen. Peningkatan ini merupakan yang pertama pada tahun ini. Bank sentral telah menaikkan suku bunga pada Oktober tahun lalu. Perry mengatakan kenaikan suku bunga acuan dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupee.
Memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupee dari dampak ketidakpastian global yang semakin meningkat, ujarnya.