Mengenal Parkinson, Penyakit Neurodegeneratif yang Hantui Lansia

iaminkuwait.com, JAKARTA – Penyakit Parkinson termasuk salah satu penyakit neurodegeneratif yang meresahkan masyarakat di Indonesia yang tergolong negara dengan populasi menua, artinya 13 persen penduduknya berusia di atas 60 tahun. Penyakit Parkinson diyakini disebabkan oleh proses penuaan pada sistem saraf di otak, ketika produksi dopamin berkurang hingga 30 persen. 

“Secara teori, hingga 15 persen kasus penyakit Parkinson dipengaruhi oleh faktor genetik.” Namun, dengan semakin meningkatnya pemahaman medis tentang pengaruh genetik terhadap penyakit Parkinson, maka genetika mungkin menjadi faktor yang dapat menurunkan penyakit Parkinson ahli saraf Roxy Francisca V Situmeng dari RS Silom Lippo Village Tangerang pada Kamis (16/5) 2024.

Dia menceritakan, Saman Zafar dan Sridhara S. dari Perpustakaan Kedokteran Nasional. Menurut Yaddanapudi, setiap 1 persen orang yang berusia di atas 60 tahun terkena penyakit Parkinson. Namun seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia seseorang, maka usia sistem saraf pun menurun dan hal ini dapat terjadi pada usia 50, 40, dan 30 tahun. 

Menurut Rocksey, gejala penyakit Parkinson dapat diringkas dengan akronim TRAP yang merupakan singkatan dari tremor, kekakuan, akinesia atau gerakan lambat, dan ketidakstabilan postural. Selain gejala di atas, gejala nonmotorik juga disebut bisa terjadi, seperti sulit tidur, gangguan penciuman, kesulitan buang air besar, dan menelan.  

Ia mengatakan, ketika seseorang mengidap penyakit Parkinson, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengunjungi dokter spesialis saraf untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemberian obat-obatan yang tepat oleh dokter akan meningkatkan kualitas hidup pasien.

“Tentunya, selain pengobatan, pasien parkinson juga perlu rutin berolahraga untuk melatih pergerakan ototnya agar tidak mengalami kekakuan. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjaga tubuh penderita parkinson tetap fit,” jelasnya diimbangi dengan gizi yang cukup.”

Roxy bilang Parkinsonlah yang tidak bisa dihentikan. Namun hal ini dapat dikurangi dengan memperbaiki gaya hidup. Selain itu, dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan, mengonsumsi makanan bergizi, cukup air, buah-buahan dan sayur-sayuran alami, serta menjaga kebersihan lingkungan untuk menjaga kualitas udara sekitar dapat membantu seseorang menurunkan risiko penyakit parkinson . ,

“Hal lain yang tidak kalah pentingnya, tingkat stres juga dapat mempengaruhi seseorang yang menderita penyakit parkinson. Oleh karena itu, penting untuk mengendalikan emosi dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan stres kita,” jelasnya.

Frandy Susetia, ahli saraf RS Silom Kebon Jeruk, mengatakan teknologi tersebut bisa digunakan untuk membantu pasien Parkinson. Menurutnya, tren saat ini adalah penggunaan perangkat wearable seperti jam tangan yang dapat membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Misalnya jam bisa digunakan untuk mengatur waktu tidur kita agar istirahat cukup, pengingat jadwal pengobatan, sedometer bisa digunakan untuk menghitung apakah kita mengidap parkinson. Kita punya banyak sekali getaran untuk membantu penanganan pasien sehari-hari,” jelasnya. . ,

Selain penggunaan wearable devices, Frandy juga menjelaskan sedikit tentang Deep Brain Stimulation (DBS) yang fungsi utamanya mencegah kondisi pasien Parkinson semakin parah. Menurutnya, DBS digunakan pada tahap awal seseorang menderita penyakit Parkinson untuk mencegah penyakitnya semakin parah dan mendapatkan manfaat maksimal dari alat tersebut.

Ia mengatakan, “Jika DBS dilakukan pada pasien Parkinson stadium lanjut, maka risiko operasinya besar, dan kualitas hidup pasien juga akan menurun (tidak bisa bergerak, tidak bisa menelan).” 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *