iaminkuwait.com, JAKARTA – Banyak negara di dunia yang semakin mengatur dampak bisphenol A (BPA)
Namun, pemerintah masih menetapkan batas waktunya. Dengan memberikan kelonggaran bagi produsen air minum dalam kemasan berbahan BPA (AMDK) untuk mematuhinya. Batas waktu yang diperlukan adalah empat tahun sejak diberlakukannya peraturan tahun ini.
Ada banyak tekanan terhadap hal ini dan memperlambat kepatuhan. Dari beberapa asosiasi AMDK hingga pendapat penelitian non-ilmiah yang menutup-nutupi bahaya BPA oleh banyak ahli, hal ini mengakibatkan penolakan yang tiada henti terhadap peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang BPA. Hingga baru diumumkan secara resmi pada tahun ini.
“Label ‘Bebas BPA’ pada botol PET bisa menyesatkan. Bahaya sebenarnya bukan hanya BPA, tapi juga bahan kimia lain seperti etilen glikol. “Labelnya harus lebih akurat,” ujar Profesor Akhmad Zainal Abidin, pakar polimer ITB pada diskusi “Fomo Apa-Apa BPA Free” di Kecamatan Kuningan, Jakarta Selatan (21/08/2024).
Akhmad, pakar polimer yang dikenal abai terhadap bahaya BPA, mengkritik aturan BPOM yang memberi label pada galon polikarbonat. BPA Hal ini juga tidak mencerminkan arti label “Bebas BPA” pada botol plastik bening polietilen tereftalat (PET), yang secara umum diakui jauh lebih aman. Itu sebabnya ini banyak digunakan di seluruh dunia.
Akhmad menanggapi kritik tersebut, dengan menyoroti kurangnya transparansi dalam pelabelan produk dan kebutuhan mendesak akan informasi akurat mengenai bahan kimia berbahaya, dan juga mengakui potensi bahaya jika zat berbahaya seperti kadar BPA melebihi batas.
“Apakah ada faktor risikonya ya, kalau jumlahnya tinggi? Tapi kalau jumlahnya sedikit, maka aman. Tapi untuk saat ini jumlahnya tidak besar,” ujarnya.
BPOM mengambil keputusan yang relatif transparan dengan mengeluarkan peraturan pelabelan bahaya BPA pada galon polikarbonat yang dapat digunakan kembali. Sebelumnya, berdasarkan data tiga kali pemeriksaan pabrik yang dilakukan pada periode 2021-2022, kadar BPA yang masuk ke air minum dalam jumlah melebihi ambang batas aman 0,6 ppm masing-masing sebesar 3,13%, 3%, 45%, dan 4, meningkat sebesar 58%.
Dalam lima tahun terakhir, negara-negara Eropa telah melangkah lebih jauh dalam membatasi penggunaan BPA dalam kemasan makanan dan minuman. Tidak hanya menurunkan batasan migrasi BPA, Eropa juga telah menurunkan secara signifikan Total Daily Intake/TDI yang dapat dikonsumsi masyarakat setiap hari.
Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) telah mengevaluasi ulang TDI BPA, atau Asupan Harian yang Dapat Diterima. Awalnya, pada tahun 2015, EFSA menetapkan TDI untuk BPA sebesar 4 mikrogram/kg berat badan per hari.
Namun pada April 2023, diterima pemberitahuan dari EFSA bahwa batas TDI baru adalah 0,2 nanogram per kilogram berat badan per hari. Artinya nilai TDI baru berkurang 20.000 kali lipat.
“Itulah sebabnya tunjangan harian yang dapat diterima (ADA) menjadi lebih ketat,” kata Anisyah, direktur standar makanan olahan BPOM, dalam wawancara televisi baru-baru ini dengan BPA. “Itulah salah satu alasan kami mengevaluasi kembali peraturan yang ada.”
Ia mencontohkan, peraturan pengetatan di Uni Eropa (UE) pada tahun 2011 yang menetapkan batas migrasi BPA sebesar 0,6 PPM, namun pada tahun 2018 direvisi dan ditingkatkan menjadi lebih ketat yaitu 0,05 PPM. Artinya, risiko kontaminasi BPA dari kemasan makanan atau minuman hingga produk yang dikemas sangat berbahaya dan sebaiknya dihindari.
Menurut EFSA, BPA dalam kemasan atau wadah plastik bisa menyebar ke makanan dan minuman. walaupun dalam jumlah kecil namun dapat membahayakan kesehatan konsumen. Dibandingkan dengan Indonesia yang masih sangat toleran. Uni Eropa juga lebih ketat dalam memberi label pada air kemasan yang mengandung BPA.
Seluruh 27 negara maju yang tergabung dalam UE dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak dapat lagi menggunakan BPA mulai akhir tahun 2024.
“Setelah masa penarikan, bahan kimia (BPA) tidak dapat digunakan dalam produk. (kemasan makanan dan minuman) tidak lagi diperbolehkan di Uni Eropa,” pengumuman UE disiarkan ke media (6 Desember 2024).
BPA, yang digunakan dalam kaleng, botol minum, gelas plastik, dan nampan, dalam praktiknya telah dilarang, namun EFSA menganggapnya berbahaya bagi sistem kekebalan tubuh. Ini akan dimulai pada akhir tahun 2024.