Benarkah Duduk Lama Bisa Sebabkan Batu Ginjal? Ini Penjelasan Dokter

iaminkuwait.com, JAKARTA — Diperkirakan sekitar 1,5 juta orang di Indonesia mengidap batu ginjal. Menurut yang lain, duduk terlalu lama menjadi salah satu penyebab terbentuknya batu ginjal. Apakah itu benar?

Ahli Urologi Prof Dr Nur Rasyid SpU(K) dari Siloam Hospitals ASRI menyatakan salah satu faktor risiko terbentuknya batu ginjal adalah obesitas. Prof Nur mengatakan obesitas merupakan suatu kondisi yang erat kaitannya dengan gaya hidup sedentary atau kurang gerak.

Jika pergerakan tubuh jarang terjadi, kemungkinan terbentuk dan tumbuhnya batu ginjal pada ginjal. Oleh karena itu, orang yang mengalami obesitas dan orang dengan gaya hidup tidak aktif lebih besar kemungkinannya terkena batu ginjal.

Jadi bukan karena duduk, tapi karena kurang gerak, kata Prof Nur dalam diskusi media bersama Siloam Hospitals ASRI di Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Ada faktor lain selain obesitas yang meningkatkan risiko batu ginjal. Berikut ini adalah beberapa faktor risiko tersebut:

1. Riwayat keluarga atau pribadi.

2. Dehidrasi, kurang minum air setiap hari.

3. Menerapkan pola makan tertentu, seperti mengonsumsi makanan tinggi protein, natrium atau garam dan gula.

4. Penyakit pada sistem pencernaan dan pembedahan.

5. Kondisi medis lain seperti asidosis tubulus ginjal, sistinuria, hiperparatiroidisme, dan infeksi saluran kemih berulang.

6. Minum suplemen dan obat tertentu.

Di sisi lain, Prof. Dr. Nur menyatakan, perubahan warna urine juga bisa dikaitkan dengan risiko batu ginjal. Namun, tidak semua perubahan warna urin dikaitkan dengan risiko ini.

Prof mencontohkan. Nur menyatakan, perubahan warna urine akibat asupan makanan tertentu, suplemen vitamin, atau obat-obatan tidak ada hubungannya dengan risiko batu ginjal, asalkan cukup minum air putih. Risiko batu ginjal seringkali dikaitkan dengan perubahan warna urin akibat kekurangan alkohol.

Misalnya (setelah dikonsumsi) warna urine menjadi kuning. Kalau cukup minum tidak ada masalah (tidak terkait risiko batu ginjal), kata Prof Nur.

Pemilihan jenis pengobatan pada penderita batu ginjal akan didasarkan pada beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut adalah ukuran batu ginjal, kekerasan batu ginjal, dan letak batu ginjal.

Secara umum, ada empat jenis pengobatan yang bisa digunakan pada penderita batu ginjal. Beberapa di antaranya termasuk pemberian obat, extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), perkutan nefrolitotomi (PCNL), dan bedah intrarenal retrograde (RIRS).

“Pada dasarnya RIRS adalah metode penghancuran batu ginjal dengan menggunakan laser,” kata Prof Nur.

RIRS adalah prosedur invasif minimal yang dilakukan menggunakan ureteroskop atau mikroskop fleksibel di sepanjang saluran kemih untuk mendeteksi batu ginjal. Setelah lokasi batu ginjal ditentukan, dokter akan memecahnya menggunakan laser.

“RIRS dapat dilakukan pada batu ginjal yang berukuran kurang dari 3cm dan batu yang kekerasannya tinggi (kekerasan batu lebih dari 1000 Hounsfield Unit),” kata Prof Nur.

Kelebihan prosedur RIRS adalah tidak memerlukan sayatan pada tubuh, proses pemulihan lebih singkat, rasa sakit lebih sedikit, dan risiko infeksi lebih kecil. Selain itu, proses pembersihan batu ginjal menggunakan RIRS juga lebih efektif karena akurasi RIRS lebih tinggi. Tak hanya itu, RIRS juga memungkinkan dokter menjangkau area batu ginjal yang sulit dijangkau. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *