iaminkuwait.com, Jakarta – Migrain tidak boleh dianggap sebagai sakit kepala biasa. Menurut Global Burden of Disease Study 2021, jumlah penderita migrain semakin meningkat di seluruh dunia.
Pada tahun 1990, terdapat 334,86 juta penderita migrain di seluruh dunia. Jumlah ini akan mencapai 493,94 juta pasien pada tahun 2021 atau meningkat sebesar 48%.
Di Indonesia, jumlah penderita migrain sudah mencapai 33 juta jiwa. Indonesia, bersama India dan Tiongkok, menyumbang hingga 40 persen dari total jumlah migrain baru di dunia.
Rustu Susanti, SpN, SubspNN (K), Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni) Mibiomed mengatakan, Migrain adalah sakit kepala yang parah. Gejala migrain biasanya meliputi sakit kepala parah pada satu atau kedua sisi kepala, mual, muntah,
Ini mungkin mengganggu gerakan dan disertai kepekaan terhadap cahaya atau kebisingan.
Migrain bisa menjadi lebih parah. “Migrain lebih dari 15 hari, lebih dari tiga bulan, satu sakit kepala per bulan, dengan gejala migrain berlangsung setidaknya delapan hari,” ujarnya dalam seminar online: “Migrain bukan sakit kepala biasa.” Kamis (13/6/2024).
Penyakit ini tidak boleh dianggap remeh karena berdampak pada kualitas hidup, mengganggu kemampuan fungsional di tempat kerja, sekolah, rumah, dan hubungan sosial. Selain itu, migrain dikaitkan dengan beban keuangan yang besar. Rustu menjelaskan, AS kehilangan sekitar 24 juta dolar, Eropa 50-111 juta euro, dan Tiongkok 50-111 juta euro akibat migrain.
Dokter saraf Perdosney dr Henry Ryanto Sofian, SpN. SubspNN (K), mengatakan migrain bukan sekadar sakit kepala, melainkan kelainan saraf. “Selain itu, serangkaian gejala yang sering mempengaruhi kehidupan sehari-hari adalah perubahan kimiawi tubuh dan otak serta faktor genetik yang menyebabkan separuh dari semua migrain,” katanya.
Oleh karena itu, penting untuk memahami gejala migrain dan segera mencari pertolongan medis untuk penanganan migrain. Penyebabnya bukan hanya pekerjaan orang yang menderita migrain, penyakit ini juga berdampak pada kehidupan pribadi korbannya.
Korban yang memiliki anak bisa saja terpengaruh oleh perilaku orang tuanya hingga mengganggu tumbuh kembang anak. Dalam kehidupan sosial, migrain bisa memicu masalah hubungan antar pasangan.