iaminkuwait.com, JAKARTA – Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) Rachmat Makkasau mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, dunia pertambangan serius melakukan hilirisasi. Sejumlah perusahaan membangun smelter.
Ini adalah contoh bagaimana perasaan mereka terhadap penargetan pemerintah. Hal ini juga sejalan dengan UU Minerba. Mineral seperti tembaga, nikel, dan bauksit diolah menjadi bahan jadi melalui smelter. Hal ini tentu akan menciptakan nilai tambah lebih.
Artinya, jelas Rachmat, dari sisi dunia pertambangan, dunia usaha dan asosiasi sudah memenuhi kewajibannya. IMA memahami tujuan pemerintah yang lebih besar. Tujuannya untuk meningkatkan aliran hilir.
“Kami berharap banyak regulasi yang baik agar hilirisasi industri benar-benar bisa dimanfaatkan,” ujarnya di Jakarta Convention Center (JCC) di Senayan, Selasa (8/10/2024).
Detailnya, bahan bakunya sudah tersedia. Kemudian perusahaan tersebut mengalami penurunan. Menurut Rahmat, sayang sekali jika banyak produk hilir yang dimanfaatkan pihak luar.
Apalagi Indonesia mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan hal tersebut. Di sinilah nilai tambah maksimal dapat dicapai. Ia melihat persaingan semakin maju. Bukan sekedar merendahkan diri, tapi bagaimana memaksimalkan tenaga.
“Kebutuhan energi pasti akan meningkat,” kata Rachmat. Mungkin pemerintah harus membuat lebih banyak peraturan yang dapat menjamin keberlanjutan pertambangan, bukan hanya lapangan kerja.
Tony Venas, mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI), menjelaskan kemajuan hilirisasi perusahaan. Pada dasarnya PTFI mendukung hal tersebut.
PTFI memiliki dua smelter. Pabrik pertama telah beroperasi sejak tahun 1997 dan pabrik peleburan ini memurnikan 1,3 juta ton konsentrat tembaga. Kedua, konstruksinya baru saja selesai. Perusahaan ini memurnikan 1,7 ton konsentrat tembaga.
Tony menjelaskan, smelter kedua ini kini sudah berproduksi meski masih perlu beberapa penyesuaian. Karena ini merupakan pabrik peleburan tembaga jalur tunggal terbesar di dunia.
“Dengan segala tantangannya, jadwal pemerintah yang sangat padat, pembayaran bea keluar, denda keterlambatan karena Covid-19, tapi semuanya sudah selesai,” kata Ketua PTFI.
Pada Januari 2025, PTFI akan membersihkan 100% konsentrat tembaga dari pasar dalam negeri, lanjutnya. Ini menghasilkan 900.000 hingga 1 juta ton katoda tembaga, tergantung kualitasnya.
“Komitmen kami terhadap hilirisasi penambang sudah selesai,” kata Tony. “Bagaimana kita memastikan bahwa tugas kita dikonsumsi di dalam negeri?”
Dia menjelaskan, separuh dari katoda tembaga yang diproduksi PT Smelting masih diekspor. Sekitar 200.000 ton dikonsumsi di dalam negeri, dan sekitar 150.000 ton diekspor.
“Masalahnya mungkin bukan konsumsi tembaga Indonesia yang kecil, tapi konsumsi katoda tembaga Indonesia yang kecil,” kata Tony.
Jadi menurutnya, hilirisasi tembaga hasil PTFI sangat bermanfaat untuk energi terbarukan. Ia menyoroti potensi PT PLN (Persero) dalam membangun jalur transmisi baru sepanjang 47.000 kilometer (KM).
“Penggunaan katoda dalam negeri sangat cocok untuk saluran transmisi tersebut. Selain itu, dari produksi kami, satu juta ton dapat menghasilkan hampir 200 gigawatt panel surya dalam setahun. Sehingga memerlukan upaya bersama dari seluruh kementerian, seluruh pemangku kepentingan, sehingga Presiden PTFI mengatakan, “Faktanya, semakin banyak industri hilir yang bermunculan di Indonesia.
Intinya, Tony ingin produk hilirnya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya di pasar dalam negeri. Kemudian seluruh Kementerian/Lembaga harus terintegrasi agar semua berjalan efektif.