iaminkuwait.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menekankan pentingnya transparansi penggunaan kecerdasan buatan (AI) pada media baik dalam proses pengumpulan informasi maupun dalam proses pemberian informasi.
“Kalau kita melihat prinsip penggunaan kecerdasan buatan di tingkat global dan dianut di Indonesia, itu adalah transparansi. Jadi transparansi dalam penggunaannya harus diutamakan,” kata Ketua Kelompok Hukum dan Kerja Sama Dirjen. Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Mediodecci Lustarini, dalam acara diskusi jurnalistik AI di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Perempuan yang akrab disapa Ides ini mengatakan, dalam konteks jurnalisme, regulasi AI menekankan kerangka pengambilan keputusan yang etis dalam artian media harus mengembangkan dan mengadopsi kerangka etis dalam pengambilan keputusan yang disesuaikan dengan penggunaan AI.
Selain itu, lanjutnya, harus ada program literasi media dan informasi untuk membantu masyarakat memahami secara kritis konten berbasis AI, mengidentifikasi potensi bias, dan mengambil keputusan yang tepat.
“Teknologi memang diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia, namun jika kita berbicara tentang pengumpulan berita, maka tujuan utamanya adalah untuk memverifikasi peristiwa tersebut. Jadi jika kita berbicara tentang verifikasi dalam suatu peristiwa, kita tidak bisa hanya mengandalkan alat saja, melainkan proses verifikasi yang dilakukan. yang keluar oleh masyarakat merupakan kondisi awal,” ujarnya.
Ides juga mengakui belum ada peraturan yang secara khusus mengatur penggunaan kecerdasan buatan dalam dunia jurnalistik, namun Cominfo mengirimkan surat edaran kepada media khususnya media nasional agar memiliki pedoman penggunaan kecerdasan buatan.
“Surat edaran tersebut memberikan petunjuk dari aspek asas, pelaksanaan, dan mendorong setiap orang untuk menerima petunjuk yang berlaku di lingkungan organisasi. Berlaku juga bagi media dan ada beberapa media yang mengaku memilikinya,” ujarnya.
Namun lanskap pengelolaan kecerdasan buatan di Indonesia diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021, kemudian Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No. 9 Tahun 2023, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 3 tahun 2021.
Dalam kesempatan itu, juru bicara perwakilan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Nick Geisinger, mengatakan bahwa kecerdasan buatan telah memasuki ruang redaksi dan mengubah lanskap media.
Menurutnya, AI memberikan kecepatan yang sangat membantu dalam membuat konten berita, mengidentifikasi dan menganalisis sumber, serta mengumpulkan berita secara umum.
“Tidak ada keraguan bahwa kecerdasan buatan memiliki peran dalam pemalsuan dan penipuan yang mendalam, selalu menjadi masalah. Namun ini adalah sesuatu yang harus kita waspadai di Indonesia dan Amerika Serikat pada tahun pemilu 2024 dan merupakan sesuatu yang perlu kita waspadai. perhatikan secara umum,” kata Nick.
Senada dengan itu, Melissa Hathaway, presiden Hathaway Global Strategic LLC, sebuah perusahaan konsultan publik, politik, dan pemerintah yang baru, mengatakan ada banyak cara untuk memanipulasi percakapan atau memanipulasi ruang informasi online.
Menurutnya, ada kemungkinan 70 persen penyebaran berita palsu dibandingkan berita asli. Situs yang menghosting artikel palsu yang dibuat oleh Al juga meningkat lebih dari 1.000 persen. Disinformasi sengaja dibuat untuk menyesatkan, merugikan, memanipulasi, merugikan, atau menipu.
“Kita harus lihat (apakah penggunaan kecerdasan buatan) itu bencana atau berkah. Harus verifikasi dulu sebelum percaya karena banyak misinformasi di luar sana. Harus skeptis dengan sumbernya, apakah dari sumbernya?” sumber media terpercaya,” tegasnya.