iaminkuwait.com, JAKARTA – Pakar kesehatan menyatakan keprihatinannya atas masih adanya praktik pengangkutan galon air minum dalam kemasan (BWD) yang diangkut dengan truk terbuka dan terkena terik matahari. Tak heran jika air kemasan yang dikonsumsi masyarakat rentan terkontaminasi bahan kimia berbahaya Bisphenol A (BPA), yang berpindah dari wadah polikarbonat berukuran galon ke air minum yang dikandungnya.
“Galon-galon ini jadi kendala kalau mau dikirim atau didistribusikan, mulai dari kotak-kotak kosong yang perlu diisi, atau yang sudah diisi dan (dikirim) ke distributor, saya sudah lihat dan ada informasi yang bilang begitu. padahal tidak panas, tapi bisa kepanasan saat dibagikan. sentuh “panas karena ditaruh di mobil terbuka,” kata dr. I Oka Negara Fakultas Kedokteran Universitas Udayan di luar seminar “BPA Free: “Perilaku Sehat”. , Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera”, di Amarossa Hotel Cosmo, Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Jadi paparan panas dan paparan sinar ultraviolet (UV) akan menyebabkan keluarnya BPA,” imbuhnya. “Kalau bisa saya usulkan truk yang mengangkutnya ada atapnya agar BPA tidak aktif sehingga tergelincir.”
“Kalau soal senyawa BPA, berbagai penelitian menunjukkan bahwa BPA sangat berbahaya bagi kesehatan,” ujarnya lagi.
Jika (BPA) dikonsumsi terus menerus dapat menyebabkan gangguan estrogen dan mikropenis pada pria yang berpotensi menimbulkan masalah kesuburan. “Bagi wanita, mereka sering melakukan hubungan seks lebih awal, payudara dan panggulnya lebih besar dari sebelumnya,” kata Dr Oka Negara.
Kontaminasi BPA pada air minum galon polikarbonat dibuktikan dengan hasil investigasi lapangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengungkapkan bahwa air minum kemasan galon polikarbonat di enam wilayah di Indonesia menunjukkan tingkat pencemaran BPA yang mengkhawatirkan.
BPOM mencatat kadar BPA melebihi batas (0,9 ppm per liter) dalam galon air kemasan pada tahun 2021-2022. Meskipun batas yang ditentukan adalah 0,6 bagian per juta (ppm) per liter. Enam wilayah yang diduga botol AMDK terkontaminasi BPA antara lain Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
Berdasarkan temuan BPOM, kadar BPA yang tinggi sebesar 3,4 persen ditemukan di tempat distribusi dan distribusi. Sementara itu, hasil uji migrasi BPA 0,05-0,6 ppm menunjukkan 46,97 persen berada di fasilitas distribusi dan sirkulasi, dan 30,19 persen berada di fasilitas produksi. Sementara itu, pada pengujian kandungan BPA pada AMDK yang melebihi 0,01 ppm, ditemukan di pabrik sebesar 5 persen dan di tempat pendistribusian dan distribusi sebesar 8,6 persen.
BPOM membuktikan, tercemarnya air kemasan dengan BPA dalam jumlah berlebihan disebabkan oleh proses pasca produksi. Proses pengangkutan dan penyimpanan galon AMDK dari pabrik hingga konsumen melalui berbagai media dan lokasi diduga tidak sesuai prosedur.
Misalnya saja galon yang terkena sinar matahari atau terbanting saat terjatuh dianggap menjadi penyebab kandungan BPA pada wadah galon masuk ke dalam air.
Sehubungan dengan itu, Direktur Standar Pangan BPOM Yeni Restiani mengatakan proses perpindahan BPA dari kemasan ke makanan dapat terjadi antara lain karena proses pencucian yang tidak tepat, penggunaan air dengan suhu tinggi di atas 75 derajat. Celcius dan adanya residu debu.
“Pembersihan menyebabkan goresan, penyimpanan yang tidak tepat, dan paparan sinar matahari langsung atau berkepanjangan,” ujarnya.