Larangan Iklan Susu Formula Dinilai Tepat, Dorong Pemberian ASI Eksklusif

iaminkuwait.com, JAKARTA – Pemerintah melarang produsen susu formula menjual produknya melalui iklan atau memberikan diskon kepada konsumen. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Ketentuan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Pemantau Kebijakan Kesehatan FKM Universitas Airlangga, dr Ernawaty, menilai kebijakan ini merupakan langkah penting untuk mendukung program ASI eksklusif enam bulan pertama kehidupan bayi, sejalan dengan rekomendasi WHO. Pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama sangat penting bagi tumbuh kembang bayi.

“Jadi kebijakan ini mempunyai dasar yang kuat dari sudut pandang kesehatan masyarakat. “Menyusui juga memiliki manfaat jangka panjang, baik bagi bayi maupun ibu, dapat mencegah berbagai penyakit,” jelas Erna dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Sabtu (10/8/2024).

Erna menjelaskan, salah satu tujuan kebijakan tersebut adalah untuk mengurangi dominasi susu formula di pasaran yang seringkali mempengaruhi keputusan ibu untuk tidak menyusui. Selain itu, produsen susu formula mempunyai anggaran pemasaran yang besar sehingga menimbulkan persepsi bahwa susu formula merupakan alternatif yang tidak kalah dengan ASI. Faktanya, ASI adalah yang terbaik untuk bayi.

Menurut Erna, kebijakan pelarangan ini juga sejalan dengan upaya global untuk memperkuat regulasi pemasaran produk pengganti ASI. WHO sendiri mengeluarkan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI yang melarang segala bentuk iklan pengganti ASI, termasuk susu formula.

“Indonesia telah mengambil langkah yang tepat dengan mengambil kebijakan ini. “Namun tantangan penerapannya masih ada,” kata Erna.

Ia juga menyoroti tantangan dalam memantau dan menerapkan kebijakan tersebut. Menurutnya, produsen susu formula bisa mencari cara lain untuk mempromosikan produknya secara tidak langsung, seperti melalui influencer atau platform digital. “Oleh karena itu, pengawasan harus diperketat. “Pemerintah harus siap menghadapi kemungkinan pelanggaran kebijakan ini,” ujarnya.

Sebagai solusinya, Erna merekomendasikan program yang mendukung pemberian ASI. Misalnya penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja dan tempat umum, serta informasi yang lebih luas mengenai manfaat menyusui.

“Masyarakat perlu didorong untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ibu menyusui agar angka pemberian ASI eksklusif terus meningkat,” kata Erna.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *