iaminkuwait.com, JAKARTA – Pernyataan Profesor Didik J. Rahbini tentang utang negara Indonesia merupakan persoalan kritis yang perlu mendapat perhatian serius. Profesor Didik menekankan perbedaan mendasar antara utang swasta dan negara serta dampak signifikan keputusan utang negara terhadap seluruh lapisan masyarakat.
Profesor Didik mengatakan, utang negara berbeda dengan utang swasta yang dimiliki warga negara. Tapi kalau di suatu negara ada lembaga, lembaga, aturan main, peraturan, itu tanggung jawab yang berbeda satu sama lain. “Kalau warga negara mengikuti keputusannya masing-masing untuk melunasi utangnya, mau lebih atau kurang, mau cepat atau lambat, itu bukan urusan siapa-siapa. Karena ini ranah privat,” ujarnya.
Tapi utang negara, begitu memutuskan mengambil utang sebesar itu, karena harus mencicil utangnya, pokoknya pasti bertambah dan dampaknya anggaran pendidikan berkurang dan APBD berkurang. Oleh karena itu, semua keputusan pejabat pemerintah mengenai utang mempunyai dampak dari kanan ke kiri.
Profesor Didik mengatakan, dari sudut pandang pengambilan keputusan di ruang publik, pihak-pihak yang terkait dengan utang, wajib pajak, masyarakat, demokrasi, dan lain-lain harus diikutsertakan secara demokratis. Dan dalam proses demokrasi harus ada sistem checks and balances.
“Sejauh ini tidak ada seorang pun di lembaga-lembaga, baik di republik demokratis maupun di parlemen yang memeriksa keputusan-keputusan tersebut, sehingga sekarang utang kita bisa mencapai hampir satu triliun rupee, dampaknya sendiri setiap tahun sangat besar,” ujarnya.
Sedangkan pemerintahan baru Pabow pasti akan mewarisi utang tersebut. Profesor Didik berkata: “Jika kita menerapkan kebijakan yang sama seperti Jokowi dan kembali berhutang, maka, seperti yang dikatakan Faisal al-Basri, krisisnya akan jauh lebih buruk.
Profesor Didik menambahkan, jika Menko Kelautan dan Perikanan Luhut dkk mengatakan rasio utang kita terhadap PDB belum mencapai 100%, maka kalau dibandingkan dengan Jepang, kalaupun utang Jepang 100%, kalau bunganya besar. 0,7- 0,9%, sehingga bunga yang dibayarkan secara terpisah akan sangat kecil. Jepang mempunyai utang sebesar 500 triliun rupiah dan hanya membayar 30 triliun rupiah setiap tahunnya. Sedangkan Indonesia yang mempunyai utang sebesar Rp 8,5 triliun hanya perlu membayar bunga sebesar Rp 500 triliun per tahun.