Masa Transisi Energi, BPH Migas Beberkan Peluang Industri Mendatang

iaminkuwait.com, JAKARTA – Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bebas dari penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dan sumber energi fosil.

Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (26/5/2024) mengatakan, sektor migas masih dibutuhkan dalam masa transisi energi.

“Di era transisi energi, pengembangan sektor energi tidak boleh dilihat sebagai transisi dari energi fosil ke EBT, namun harus memberikan dampak yang besar dan berkelanjutan terhadap penghidupan,” ujarnya.

Menurutnya, peluncuran peta jalan Enhanced National Contributions (ENDCs) dan Net Zero Emissions (NZE) bertujuan untuk mewujudkan transisi energi bersih dan mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca.

“Transisi energi perlu kita lihat dari perspektif upaya kita mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan nilai tambah, dari nilai tambah rendah ke nilai tambah tinggi. Ini dari konsep eksploitatif dalam memanfaatkan sumber daya menjadi penggunaan sumber daya yang efisien. generasi masa depan akan datang,” kata Saleh di Jakarta, Sabtu, dalam webinar baru-baru ini “Tantangan dan Peluang Industri Migas dalam Transisi Energi” (25/5/2024).

Terkait sektor migas, Saleh mengatakan tren konsumsi migas akan tetap tinggi, terutama seiring dengan manfaat migas untuk transportasi dan industri.

“Dalam kompleks energi arus utama saat ini, tren penggunaan energi fosil masih kuat. Sektor ini masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan, karena (migas) merupakan sumber pendapatan, sumber investasi, bagian dari kehidupan sehari-hari. kehidupan, dan membangun sektor tersebut tentunya merupakan upaya yang berkelanjutan,” ujarnya.

Pengembangan pemanfaatan migas dalam transisi energi antara lain dilakukan melalui penggunaan biodiesel 35 persen (B35) dan bioetanol pada produk Pertamax Green 95 yang telah diluncurkan ke masyarakat.

“Dengan ditemukannya sumber daya gas yang besar untuk gas bumi di Indonesia, kita harus mempunyai kesempatan untuk memanfaatkannya secara maksimal. Tidak hanya untuk industri kimia, tetapi juga untuk sektor transportasi, rumah tangga, dan sektor industri lainnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET) Didik Sasono Setyadi mengatakan, peran sektor migas tidak bisa diabaikan pada tahun 2050.

“BBM tidak sedang memasuki masa Sunset, namun kita perlu menciptakan optimisme semua pihak agar industri ini tetap berjalan,” ujarnya.

Sementara itu, Vice President Corporate Communications PT Pertamina (Persero) Fujar Joko Santoso mengatakan pengelolaan energi Indonesia melalui Trilema Energi yakni. Memberikan informasi tentang Keamanan Energi, Keadilan Energi dan Keberlanjutan Energi.

“Strategi kami adalah meningkatkan produksi dan kapasitas kilang migas, meningkatkan produksi LPG dan penggantian jaringan gas, mengembangkan infrastruktur gas, menerapkan program subsidi yang tepat, dan mengambil inisiatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca,” jelasnya.

Sementara itu, ekonom senior Faisal Basri menjelaskan rezim minyak dan gas di Indonesia. Ia juga berpesan kepada seluruh pengambil kebijakan untuk mencermati lebih dalam kebijakan migas ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *