Agnostic Style, Ilmu Pengetahuan dan Akidah Islam

iaminkuwait.com, BANDUNG — Orang bijak adalah orang yang selalu menggunakan akal dan mau memahami kebenaran. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang mengajak kita untuk memperhatikan (mengamati) fenomena alam melalui sains, yang memperkuat keyakinan kita akan keberadaan Allah.

Bukti keberadaan Allah Azza wa Jalla tidak sebatas kemampuan melihat jasad-Nya. Tuhan menuntun hidup-Nya melalui ciptaan-Nya, termasuk kita. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Ali Imran: 190).

Ada fenomena dikalangan orang-orang terpelajar bahwa semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah keimanannya. Fenomena gaya agnostik muncul di kalangan anak muda di Indonesia dan terutama mengkhawatirkan para orang tua. Paradigma agnostik sendiri diperkenalkan oleh Thomas Henry Huxley (1869) yang menggunakan landasan epistemologis ilmu pengetahuan untuk membuktikan keberadaan Tuhan.

Keyakinan harus didukung oleh bukti yang cukup. Hal ini mencerminkan esensi paradigma positivis, gagasan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah satu-satunya bentuk pengetahuan yang benar, dan menolak implikasi metafisik. Kebenaran ilmu pengetahuan hanya diukur dari pikiran dan perasaan kelima faktor tersebut, tanpa mempertimbangkan peran Tuhan.  

Kita semua sepakat bahwa semua produk, elektronik, alat pengukur, mobil, dan rumah dirancang dan dibangun dengan presisi tertinggi. Tentu saja tidak semuanya bisa terjadi dengan sendirinya. Harus ahli sebagai desainer dan produsen. Tubuh kita mempunyai banyak organ penting, hanya sebagian kecil saja yang dapat kita kendalikan pikiran. Mereka sering bekerja secara mandiri. Misalnya setelah kita makan, gula darah meningkat.

Pankreas dengan cepat melepaskan insulin untuk menurunkan gula darah. Selama puasa, kadar gula darah turun dan pankreas dengan cepat melepaskan glukagon, yang mengubah glikogen menjadi gula. Kedua metode ini menjaga kadar gula darah antara 70 dan 100 mg/dL.

Jika kita cek hasil kerja pankreas dalam merespon penyakit diabetes, terlihat bahwa pankreas berkembang sangat baik, jelas dan tepat. Pankreas tidak pernah salah dalam merespons perubahan gula darah. Kita semua sepakat bahwa pankreas tidak dapat muncul di tubuh kita dengan sendirinya, tetapi harus ada yang menciptakan dan menciptakannya. Tidak ada seorang pun di dunia yang mengaku sebagai pencipta pankreas atau mengendalikannya untuk melepaskan insulin atau glukagon.

Apa yang dilakukan pankreas adalah mekanisme homeostatis di antara banyak mekanisme lain untuk menjaga keseimbangan tubuh. Allah Azza wa Jalla sendiri artinya “Dia yang menciptakan kamu, kemudian mengakhiri hidupmu dan menjadikan (bangunan fisikmu) sama” dalam ayat 6 surat Infitor.  

Jadi Tuhanlah yang menciptakan pankreas yang menakjubkan ini. Peristiwa pankreas juga merupakan bukti QS. Surat Al-Baqarah, ayat 186: “Jika hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang aku, maka aku dekat…”.

Keith Moore, ahli embriologi internasional dan penulis The Developing Human, akhirnya menemukan kebenarannya setelah mempelajari ayat 12-14 QS Al Mu’minun. Kesimpulannya, semakin kita memperdalam ilmu, maka kita akan semakin melihat keberadaan Allah SWT sebagai pencipta dunia.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *