Alumni STIP Gelar FGD tentang Reformasi Pendidikan Pelayaran

iaminkuwait.com, JAKARTA – Kasus kekerasan yang dialami taruna Sekolah Pelayaran Putu Satria Ananta Rastika (STIP) oleh orang yang lebih tua pada awal Mei 2024 lalu menjadi perhatian publik. Atas kejadian tersebut, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengumumkan empat kebijakan baru yang akan diterapkan di STIP, yakni penghapusan atribut kepangkatan pada seragam, moratorium, tidak adanya wajib asrama tingkat II ke atas, dan perubahan kurikulum. .

Hal itu ia sampaikan saat hadir di rumah duka Puthu Satria Ananta Rustica (19 tahun), mahasiswa STIP yang meninggal dunia pada Jumat (3/5/2024) lalu akibat penganiayaan orang dewasa.

“Fitur ini menciptakan kesenjangan antara lansia dan muda. “Jadi minggu depan segera kita lepas semua jebakannya,” kata Budi Karya Sumadi di Kabupaten Klungkung, Bali, Kamis (9/5/2024).

Menurut Menhub, penghapusan atribut kepangkatan dengan mengatur seragam sekolah bertujuan untuk menghilangkan perbedaan antara tua dan muda. Agar kejadian yang dialami Putu Satria tidak terulang kembali.

 

Diskusi politik ini diliput oleh Korps Alumni Akademi Ilmu Kelautan (CAAIP). Ikatan Alumni STIP telah membentuk Forum Group Discussion (FGD) untuk membahas reformasi pendidikan pelayaran, termasuk membahas kebijakan baru yang akan diterapkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di STIP.

Dalam pemaparannya di FGD, dosen Lembaga Keberlanjutan Nasional (Lemhannas) Profesor Didin S. Damankhuri menyampaikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia adalah laut dan perairan. Jika menilik sejarah, beberapa kerajaan dan kesultanan di Indonesia berhasil dengan mengedepankan sektor maritim. Indonesia saat ini harus meneladani sejarah dan pelayaran mempunyai peran penting dalam mendukung sumber daya manusianya.

“Industri kelautan dan maritim harus memberikan manfaat bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, sekolah dan perguruan tinggi tentunya diperlukan untuk mendukung negara maritim, kata Profesor Didin di Hotel Santika Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (17/5/2024).

Guru Besar Universitas Negeri Makassar Profesor Mohammad Jafar Hafsah mengatakan, pendidikan maritim sudah ada sejak tahun 400 M, dimulai dari Kerajaan Kutai, yang kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Samudera Pasay pada abad ke 13 M. Kini sudah banyak berdiri badan formal maritim. , dan salah satunya adalah STIP yang berdiri pada tahun 1953.

“Para pelaut lulusan ini lebih spesifik karena dianggap lebih profesional untuk menjadi pelaut, dan untuk menjadi pelaut memang harus tangguh, tidak seperti bekerja di darat. Menjadi seorang pelaut menuntut kemampuan menghadapi ombak besar dan tantangan lain yang muncul. “Jadi dari segi metodologi dan pendidikan, banyak akademi angkatan laut yang berstatus dewan,” kata Profesor Jafar.

Profesor Jafar mengatakan, seorang taruna kapal harus mempunyai pola pikir yang tangguh. Namun, orang yang lebih tua tidak melakukan pelatihan mentalnya secara paksa. Ini seperti mempraktikkan kedewasaan dengan cara yang belum dewasa. Sebab, kekerasan di lingkungan pendidikan akan menimbulkan dampak psikologis dan menghambat proses belajar mengajar. 

“Kami berharap akademi pelayaran direformasi sehingga mempunyai wajah baru. Ini benar-benar memberikan kesempatan untuk memahami pelayaran dan pelayaran dengan sistem baru. “Itu yang kita harapkan, sehingga benar-benar melahirkan pelaut-pelaut yang tangguh,” ujarnya.

Psikolog Kelautan Kolonel (KH) Ahmad Rivai, S.P.Si., M.PPO. sependapat dengan pepatah “Pelaut yang kuat tidak lahir dari laut yang tenang”. Ia mengakui, pekerjaan seorang pelaut tidak seperti pekerja darat pada umumnya. Berlayar adalah pekerjaan khusus. Oleh karena itu, pendidikan juga harus disesuaikan dengan tantangan yang akan dihadapi di tengah laut.

“Lingkungan perairan dan laut bukanlah habitat alami manusia. Jadi di sini, ketika seorang manusia ingin melakukan aktivitas dan menunjukkan dirinya dengan kinerja yang prima, maka ia harus berbeda dengan manusia biasa. “Oleh karena itu, wajar jika pelatihan ilmu pelayaran dilaksanakan berbeda dengan pelatihan pada umumnya,” jelasnya.

Kolonel Korps Marinir (KH) Ahmad Rivai menjelaskan langkah yang sering diterapkan dalam pendidikan akademik seperti STIP, termasuk latihan keras. Katanya tegar bukan berarti jelek. Hard adalah kata sifat jika diubah menjadi kata benda yaitu kekerasan, jelas salah dan tidak adil.

Selain Profesor Didin dan Kolonel Korps Marinir (KH) Ahmad Riwai, FGD kali ini menghadirkan dua pembicara lain yakni Ketua STIP periode 2014-2015, Capt. Rudiana, M.M. dan Ketua Ikatan Perwira Pelayaran Pedagang Indonesia (IKKPNI) Capt. Secara ganda.

Terkait wacana kebijakan baru Kementerian Perhubungan, Ketua Korps Alumni Akademi Ilmu Kelautan Iko Johansia mengapresiasi niat baik Menteri Perhubungan Budi Karya yang ingin mentransformasikan pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik. lebih baik. , termasuk pendidikan maritim. Namun empat pembahasan kebijakan STIP yang dipaparkan beberapa waktu lalu membuat CAAIP meminta penjajakan lebih jauh dengan akademisi, praktisi pelayaran, alumni dan orang tua taruna.  

Terkait moratorium penerimaan taruna STIP, Iko menyayangkan keputusan tersebut. Saking banyaknya calon taruna yang antusias masuk STIP, sebenarnya sudah ada 463 calon taruna yang sudah mengikuti tes tersebut. Mereka pun akan menjadi korban jika kebijakan ini diterapkan.

“Mereka siap bergabung di STIP. Namun karena ada korban jiwa, akhirnya mereka pun ikut menderita karena cita-cita atau impiannya terganggu sebelum lulus sekolah. Ada juga yang sudah bercita-cita menjadi pelaut. Ada yang ingin menjadi profesional di perusahaan pelayaran. “Mungkin mimpi itu akan terwujud karena banyak mantan mahasiswa teladan yang ditunjukkan STIP,” ujar pria yang juga lulusan 37 angkatan STIP itu.

Iko pun menyayangkan adanya pembahasan penghapusan tradisi senioritas di STIP. Menurutnya, tradisi ini justru mempererat tali persaudaraan antara adik-adik dan orang yang lebih tua. Hubungan ini berlanjut hingga mereka lulus.

“Hasilnya seperti sekarang. Saat terjadi kecelakaan, adrenalin kita sangat tinggi untuk melakukan perbaikan dan memberikan kontribusi terbaik bagi Almamater. Mampu memberikan kontribusi terbaik kepada adik-adik di sekolah kita. Bagi kami ini semacam corsa atau semacam senioritas. Hal ini mungkin perlu ditinjau ulang. “Yang penting jangan berlebihan,” imbuhnya.

 

Menurut Eco, keputusan harus diambil dengan mengutamakan konten. Ia bertanya apakah penghapusan pangkat, penghapusan tradisi senioritas, dan perubahan kurikulum bisa menghilangkan kasus perundungan?

“Saya kira kasus pelecehan tidak hanya terjadi di Perguruan Tinggi Teknik Maritim. “Di sekolah informal atau sekolah lain yang tidak mengenakan tanda pangkat pada seragamnya, juga terjadi tindakan perundungan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Iko mengajak seluruh pihak yang terlibat untuk berpikir mendalam dan adil, serta tidak melihat dari satu sudut pandang yang berujung pada pengambilan keputusan asal-asalan.

 

Mastaria Manurung, salah satu orang tua taruna STIP tingkat 4, menentang kebijakan yang akan diterapkan Dinas Perhubungan. Ia tidak setuju dengan gagasan taruna tinggal di luar asrama. Menurutnya, hal tersebut berpotensi menimbulkan dampak buruk, salah satunya adalah pencabulan.

“Untuk itu, Menteri meminta peninjauan kembali. “Kami benar-benar keberatan anak-anak kami keluar dari asrama,” dia bertanya.

Mastaria juga tidak setuju dengan penghapusan tanda pangkat dari seragam. Menurutnya, tanda-tanda seperti ini akan dengan mudah membedakan taruna tingkat 1, 2, 3, dan 4.

Orang tua taruna menuntut kepatuhan ketat terhadap aturan STIP dan pengawasan yang lebih ketat. Mereka tetap berharap sekolah berlayar yang pertama kali didirikan oleh Soekarno ini tetap eksis dan tidak ditutup.

“Penutupan bukan jawaban, pencabutan seragam bukan jawaban, kita berharap Pak Menteri bisa bersinergi memajukan perguruan tinggi maritim di Indonesia, khususnya STIP Jakarta,” ujarnya.

Hasil FGD yang diprakarsai oleh CAAIP akan ditinjau bersama dengan organisasi penelitian independen. Hasilnya akan disampaikan kepada Kementerian Perhubungan dan bila diperlukan akan dilakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI. 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *