iaminkuwait.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menanggapi isu pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Dalam beberapa pekan terakhir, beberapa menteri terkait sudah angkat bicara mengenai hal ini.
Faisal menjelaskan, pemerintah menghalangi orang kaya menikmati minyak bersubsidi. Sehingga penyalurannya bisa tepat sasaran pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Ia menyarankan agar porsi penyaluran BBM bersubsidi harus dibatasi.
“Jangan sampai melebihi kuota. Sama seperti tahun 2022, jadi kalau kuota habis umumnya harga akan naik, artinya semua masyarakat kaya hingga masyarakat miskin akan terkena dampaknya,” kata Faisal kepada Republika.co. .id, Sabtu (3/8/2024).
Ia yakin pemerintah sudah lama mempunyai usulan mencari solusi efektif untuk menghentikan penggunaan bahan bakar bersubsidi. Mereka mengetahui aplikasi My Pertamina di lapangan. Namun, menurutnya, sistem tersebut kurang meyakinkan.
Pemerintah, lanjut Faisal, memperkirakan akan terjadi kebocoran atau inefisiensi dalam praktik penyaluran BBM bersubsidi. Apalagi di wilayah seperti Kalimantan dan Sumatera, pemantauannya sangat sulit.
Faktanya, hal ini tidak aman bagi sebagian kelompok penguasa yang bersikeras untuk terus membeli bahan bakar bersubsidi meski mereka tidak berhak (menerimanya), kata CEO CORE Indonesia itu.
Oleh karena itu, subsidi BBM perlu dikurangi. Sementara itu, menurut Faisal, perlu kehati-hatian dalam pelaksanaannya. Hal ini berkaitan dengan sistem pengendalian di lapangan.
Ia mengatakan, program ini harus benar-benar matang. Dari pendataan digital, dilanjutkan dengan pemantauan, pemantauan, dan evaluasi (monev), sehingga kebijakan penguatan dapat dilaksanakan secara efektif.
Tampaknya belum ada kesepakatan yang baik antar kementerian/lembaga. Menurut saya, pembatasan ini perlu, tapi tidak perlu terburu-buru sekarang. Memang harus begitu. .Mereka sudah dewasa, menghindari masalah baru,” kata dia, Faisal.
Menteri Penghubung Kelautan dan Investasi Luhut Binsar Pandzaitan mengatakan pembelian Pertalite bagi pengguna sepeda motor akan tetap berjalan seperti biasa. Menurut Luhut, langkah tersebut dilakukan meski banyak langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi tinggi.
Saat ini pemerintah sedang berupaya menyalurkan BBM bersubsidi seperti Pertalite ke sasaran PT Pertamina (Persero). Upaya lain yang mereka lakukan adalah dengan mendata masyarakat yang menggunakan Pertalite.
Pj Sekretaris Bisnis Pertamina Patra Niaga Happy Vulansari mengatakan, langkah ini diambil perseroan untuk mengumpulkan informasi pengguna Pertalite dalam upaya pencatatan penjualan bahan bakar yang dialokasikan secara lebih baik dan transparan.
“Pemekaran wilayah ini akan dilakukan secara bertahap dimulai pada 190 kota/kabupaten di wilayah Jamali dan wilayah non-Jamali, dilanjutkan dengan wilayah lain atau 283 kota/kabupaten lainnya pada tahap berikutnya,” kata Heppi. Dalam keterangan resminya, Selasa (23/7/2024).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kelautan dan Perikanan memberikan pernyataan terkait pembicaraan pengurangan subsidi BBM mulai 17 Agustus 2024. Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan, belum ada pembahasan mengenai isu tersebut. Saat ini data sedang diperbarui dan kendaraan yang boleh membeli BBM bersubsidi sedang dipertimbangkan.
Arifin mengatakan, pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan peninjauan kembali Peraturan Presiden (Intensi) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Harga BBM, Pendistribusian, dan Penjualan Eceran. Ada tiga departemen yang membahas revisi Perpres tersebut, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Mineral, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sedangkan perundingan lainnya diatur dalam peraturan menteri (permen). “Iya, akan kita pasang sesuai undang-undang menteri, tapi kita harus paham apa (harus ditemukan), mobil apa yang bisa ditemukan. Bukan komersial,” kata Arifin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlanga Hartarto sepakat mengkaji ulang persoalan penghentian subsidi BBM. Sehubungan dengan itu, peninjauan kembali PP No. 191 Tahun 2014.
“Belum ada targetnya, harus ada rapat dulu, terencana rapat. Dihitung juga dampak finansialnya,” kata Airlanga.