iaminkuwait.com, JAKARTA – Banyak film komedi romantis yang memiliki adegan di mana karakternya jatuh cinta pada pandangan pertama. Hal ini tanpa disadari sudah ditanamkan pada diri banyak orang sejak dini. Tapi, benarkah itu cinta pada pandangan pertama?
Psikolog klinis Carla Marie Manly menjelaskan bahwa gagasan “cinta pada pandangan pertama” merupakan konsep lama. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang dapat merasakan hubungan romantis yang mendalam dengan orang lain setelah pertama kali bertemu.
“Banyak orang ingin percaya pada ‘cinta pada pandangan pertama’ karena konsep ini memuaskan hasrat alami manusia akan cinta romantis yang ‘penipuan’,” kata Manly yang dilansir di laman Best Life Online, Jumat (24/5/2021). 2024). ).
Penulis buku The Joy of Imperfect Love ini menjelaskan, cinta pada pandangan pertama berbeda dengan ketertarikan fisik yang kuat pada seseorang saat pertama kali melihatnya. Perbedaan utama antara keduanya adalah kedalaman dan panjangnya.
Manly mengatakan cinta pada pandangan pertama lebih dari sekedar ketertarikan fisik. Faktanya, seseorang mungkin merasakan hubungan yang tidak dapat dijelaskan. Intuisi dapat memberi tahu Anda bahwa orang yang Anda temui cocok dengan Anda.
Namun, ada beberapa kesalahpahaman umum tentang cinta pada pandangan pertama. Kenyataannya, emosi tidak selalu terulang, tidak seperti di film. Jika Anda berhasil menjalin hubungan, bukan berarti tidak akan ada kendala dalam menjalin hubungan asmara.
Cinta pada pandangan pertama bukanlah “urutan takdir” seperti yang dipikirkan banyak orang. Pasalnya, menurut para ahli, cinta merupakan sesuatu yang dibangun secara komunikatif untuk membangun perasaan keintiman emosional, rasa hormat, dan komitmen terhadap pasangan dan hubungan.
Courtney Hubscher dari GroundWork Cognitive Behavior Therapy menjelaskan metode ilmiah untuk cinta pada pandangan pertama. Menurut penelitian, apa yang dianggap banyak orang sebagai cinta pada pandangan pertama sebenarnya bisa jadi merupakan ketertarikan awal.
“Reaksi neurokimia, seperti pelepasan dopamin dan oksitosin, memainkan peran penting dalam tahap awal ketertarikan ini, menciptakan perasaan euforia yang sering dikaitkan dengan frustrasi,” kata Hubscher.
Berbicara tentang otak dan ilmu saraf, sebuah studi tahun 2021 secara khusus meneliti “cinta pada pandangan pertama. ” Penelitian tersebut menemukan bahwa orang lebih cepat jatuh cinta ketika mereka benar-benar ingin jatuh cinta. Menurut peneliti, partisipan yang ingin jatuh cinta lebih cepat menemukan pasangan yang tepat sehingga memudahkan dalam menjalin hubungan romantis.
Sisi positifnya, ada penelitian lain yang menunjukkan bahwa cinta pada pandangan pertama cenderung bertahan lebih lama. Apalagi jika pasangan tersebut cocok dengan hal-hal penting seperti kepribadian, minat, dan nilai-nilai kehidupan.
Dikatakan juga bahwa suatu hubungan akan berhasil jika kedua belah pihak berusaha membangun hubungan atas dasar yang lebih kuat daripada ketertarikan fisik. “Cinta abadi harus dibangun di atas lebih dari sekedar nafsu fisik. Cinta membutuhkan keintiman emosional dan komitmen,” kata Beth Ribarsky, profesor di School of Communication and Media di University of Illinois Springfield, Amerika Serikat.