iaminkuwait.com, TANJUNGPINANG — Deputi Bidang Kesejahteraan Keluarga dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN RI Novian Andusti mengatakan, perilaku seseorang sangat mempengaruhi risiko terjadinya stunting atau gizi buruk di masyarakat.
“Tanpa kita sadari, perilaku sehari-hari berdampak besar terhadap downtime, jangan kira tidak ada dampaknya,” kata Novian Andusti di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Senin (13/05/2024).
Ia mencontohkan banyak remaja putri yang mengalami kekurangan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. Hal ini dapat menimbulkan banyak keluhan dan gangguan kesehatan.
Salah satu penyebab kekurangan Hb pada remaja adalah kurangnya makanan yang bergizi, namun di sisi lain lebih banyak makanan yang tidak bergizi untuk melangsingkan tubuh atau dikenal dengan istilah kutilang (ramping, tinggi dan kurus).
Padahal, gaya hidup ini tidak baik bagi remaja putri, ketika tubuh menderita anemia dan berat badan tidak ideal, ada kemungkinan melahirkan anak cacat saat hamil, ujarnya.
Selain itu, ia mencontohkan, masih ada orang tua atau ibu yang menolak memberikan ASI pada bayinya yang baru lahir.
Padahal, menurut Novijan, sebaiknya anak hanya mendapat ASI (ASI) pada enam bulan pertama setelah lahir, tanpa dicampur dengan makanan lain.
Setelah enam bulan, bayi baru bisa diberikan makanan pendamping ASI selain ASI. Penting untuk merawat orang tua anak dengan baik agar mereka tidak berhenti.
Asupan ASI murni pada enam bulan pertama sangat menentukan derajat kesehatan bayi baru lahir, ujarnya.
Oleh karena itu, Novian berpesan kepada remaja putri, ibu menyusui, ibu hamil, dan ibu yang memiliki anak untuk lebih banyak mengonsumsi makanan bergizi untuk mencegah stunting pada anak.
Khusus wilayah Kepri, lanjutnya, dengan status geografis 96 persen lautan, memiliki sumber daya ikan yang kaya untuk memenuhi asupan gizi masyarakat, terutama bagi remaja, calon pengantin, dan ibu rumah tangga yang merawat bayi.
Novian mengatakan konsumsi ikan dapat mencegah stunting pada anak karena ikan memiliki kandungan protein yang tidak lebih kuat dari daging sapi atau ayam.
“Ikan juga bisa diolah menjadi makanan olahan lainnya, sehingga masyarakat lebih memilih mengonsumsi ikan agar terhindar dari stunting,” ujarnya.
Novian menambahkan, pada tahun 2024 angka penangkapan nasional akan turun sekitar 0,1 persen. Sementara itu, data perkembangan rentang adeno khusus wilayah Kepri masih menunggu rilis resmi dari BKKBN RI. Tahun lalu stagnasi di Kepri sebesar 16,08 persen.