Cerita Guru di Pelosok Kalimantan Ajak Siswa Melek Teknologi

iaminkuwait.com, JAKARTA — Suwito sudah 18 tahun menekuni profesi guru. Kini ia bekerja di pelosok Kalimantan Timur, khususnya di SMP Negeri 7 Muara Kaman, Desa Menamang Kanan, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Banyak cerita yang mewarnai perjalanan Suwito sebagai guru di pelosok. Banyak tantangan, dengan segala keterbatasannya.

Segala keterbatasan tersebut membuat Suwito atau yang akrab disapa Pak Wito memutuskan untuk mengubah keadaan. Ia ingin siswanya mengikuti kemajuan teknologi dan memiliki berbagai keterampilan dan pemahaman.

“Desa kami berada di daerah terpencil. Dibutuhkan waktu 2,5 jam hingga tiga jam hanya untuk sampai ke kota. Sekolah kami adalah sekolah kecil. “Dulu para siswa ini tidak mempunyai motivasi belajar yang besar, berbeda dengan anak-anak di kota yang segala pilihannya tersedia,” kata Pak Wito dalam siaran persnya, Senin (28/10/2024).

Wito mengatakan, pada tahun 2018 lalu, saat baru dilantik menjadi Aparat Pelayanan Nasional (ASN) dan ditugaskan di SMPN 7, Muara Kaman, ia melihat pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sekolah. Kemudian beliau memilah dan mengurutkan alat-alat yang masih dapat digunakan untuk belajar mengajar.

Perangkat digital inilah yang “mengubah” anak-anak prasekolah yang enggan menjadi pembelajar yang antusias dan paham teknologi. Siswa menjadi bersemangat dalam belajar ketika mereka merenungkan alat digital di sekolah mereka.

Faktanya, ada siswa yang jarang bersekolah dan sering nakal, menjadi rajin dan menjadi teladan bagi teman-temannya.

Salah satu kisah yang dikenang Suwito semasa hidupnya adalah ketika ada seorang pelajar yang mengajaknya minum tuak yang merupakan salah satu jenis minuman. Siswa tersebut membawa kendi berisi tuak. Keterkejutan itulah yang dirasakan Suwito saat mendengar ajakan seorang siswa yang diketahui jarang hadir ke sekolah.

“Saya terkejut. Berani sekali. Dia seorang murid, saya seorang guru. Dalam hal ini guru diajak mabuk karena yang dibawanya adalah tuak. Mau gimana lagi marah, sedih, emosi campur aduk. “Selama 18 tahun mengajar, baru pertama kali saya diajak mahasiswa mabuk-mabukan,” kata Suwito.

Wito berusaha menjawab ajakan siswa itu dengan tenang. Jika santri tersebut ingin mengajaknya minum tuak bersama, ia menetapkan beberapa syarat. Pertama dia memintanya untuk kembali ke rumah dan membersihkan tubuhnya, misalnya mandi. Kedua, Suwito membutuhkannya untuk membawakan minuman termahal dan terkenal di daerahnya.

Saat kembali, dalam keadaan bersih, siswa tersebut menjelaskan bahwa ia belum memenuhi syarat kedua Suwito, yakni membawa minuman termahal.

“Karena dia tidak dapat memenuhi syarat apa pun, dia harus menuruti kata-kataku. Aku berkata kepadanya: ‘Aku telah memberimu mainan baru, aku akan meminjamkannya kepadamu, silakan mainkan sepuasnya’. Aku meminjamkanmu laptop. Wito berkata: – Akhirnya dia lupa akan cawan tuak yang dibawanya.

Beberapa hari berikutnya terjadi perubahan pada diri siswa. Selama ini dia bersekolah hanya untuk membodohi teman-temannya. Karena dia punya laptop, dia bisa pergi ke sekolah. Dia tiba lebih awal dari teman-temannya.

Suwito mengatakan, yang menarik minat siswanya adalah berbagai program yang dapat mereka gunakan untuk mengembangkan keterampilan mereka di berbagai bidang. Misalnya membuat dokumen, mencari berbagai informasi, dan mempelajari aspek teknis untuk kepentingan pembelajaran digital.

“Keesokan harinya dia datang lagi, sebelumnya. Mau main lagi nggak. Bicaranya juga berubah, sopan. Saya ikut dia, saya ingin tahu apa yang dia bicarakan, tanyakan sesuatu, dia baik. Kata Suwito : – Kamu di sini.

Pada akhirnya, Suwito memberikan kepercayaan diri kepada siswa untuk menjadi ketua kelas pada mata pelajaran yang diajarkannya. Ketua kelas berbeda dengan ketua kelas. Perannya adalah menjadi guru sebaya bagi teman sebayanya. Ketua kelas atau ketua kelas adalah asisten guru.

Mereka yang terpilih sebagai ketua kelas bertugas menyiapkan alat-alat yang akan digunakan teman-temannya dan menjelaskan materi yang akan disampaikan guru.

Setelah ketua kelas menjelaskan, guru memulai materi pembelajaran. Sekarang siswa tersebut sudah duduk di bangku SMA. Pada acara wisuda bulan Juli lalu, Suwito juga meminta para siswa untuk memimpin rekan-rekannya dalam presentasi kepada orang tua mereka tentang bagaimana perangkat TIK dapat digunakan dalam pendidikan. Misalnya saja teknologi pembelajaran digital, termasuk cara mereka mendekati materi dan penggunaan berbagai program yang digunakan untuk pembelajaran.

Suwito pun merasakan perubahan pada siswa lainnya. Menurut Suwito, hampir semua siswa senang menggunakan alat TIK. Sebelumnya, mereka tidak memprioritaskan sekolah karena harus bekerja membantu orang tua. Namun ketika diperkenalkan dengan perangkat IT dalam pembelajaran, siswa menunjukkan semangat dan semangat yang besar untuk datang ke sekolah.

“Bagi murid-murid saya yang merupakan anak-anak pedesaan, alat ini merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Izinkan saya menunjukkan kepada Anda apa itu Chromebook. Masyarakat yang sebelumnya mempunyai motivasi belajar yang rendah, menjadi termotivasi untuk bersekolah dan belajar. “Begitu mereka mengenal teknologi, ternyata mereka berubah,” kata Wito.

Wito memaparkan program yang bisa dipelajari murid-muridnya. Sebagian besar siswa mempunyai orang tua yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Untuk membantu mereka mendapatkan manfaat dari berbagai aplikasi ini, Wito juga mengajari mereka bagaimana menggunakan alat TIK dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan mencatat hasil panen sawit dengan spreadsheet, namun sebagian besar orang tua siswa berprofesi sebagai petani sawit.

Pola pembelajaran telah berubah dari kelas tradisional menjadi kelas virtual. Menurutnya, siswanya harus beradaptasi dengan gaya belajar daring. Dengan cara ini, ia melatih kemandirian siswa dalam belajar.

Wito juga mencatat sejarah pembelajaran murid-muridnya di beberapa akun media sosial miliknya. “Saya memperkenalkan Google Workspace kepada anak-anak. Semua materi kursus disiapkan oleh guru Google Classroom. “Sekarang ada gurunya atau tidak, mereka bisa belajar mandiri.

Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Pelayanan Kebudayaan Kutai Kartanegara, Emy Rosana Saleh, mengakui SMPN 7 Muara Kaman telah menunjukkan kemajuan yang signifikan tidak hanya pada minat belajar siswanya, tetapi juga pada gurunya.

Kementerian Pendidikan, kata dia, juga memberikan dukungan dengan memperbaiki gedung sekolah dan basement. Salah satunya adalah memperkuat jaringan. Ia mengatakan, internet kini sudah bisa diakses di dalam kelas. Sebelumnya, guru dan siswa harus melakukan pembelajaran di luar ruangan untuk mendapatkan sinyal internet.

Meski jauh dari perkotaan, tapi mereka juga tahu kemajuan teknologi dan informasi. Dan menurut saya perkembangan anak luar biasa, wawasannya semakin luas. . katanya.

Teknologi memberikan informasi kepada siswa tentang perkembangan dunia, membuat mereka memperoleh pemahaman yang lebih luas dan berani bermimpi.

Hal ini mungkin mudah bagi sebagian orang, namun tidak bagi Pak Wito, seorang guru di daerah terpencil California, yang memiliki harapan besar terhadap masa depan murid-muridnya.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *