Republik Jakarta – Eddy Hermawan, peneliti Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer Blinn, memastikan fenomena gelombang panas yang saat ini melanda sebagian Asia Selatan, Tengah, dan Tenggara tidak akan berdampak serupa di Indonesia. Gelombang panas terjadi saat matahari terbenam di negara-negara belahan bumi utara seperti India dan Vietnam.
“Secara geografis Indonesia aman dari gelombang panas,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (5 Februari 2024).
Eddy menjelaskan, negara yang paling banyak mengalami gelombang panas saat ini berada di belahan bumi utara, antara lain India dan Vietnam. Di negara-negara tersebut, gelombang panas merupakan fenomena umum yang terjadi saat matahari bergerak ke utara.
Sebaliknya, Indonesia sebagian besar berada di lautan dan secara astronomis terletak pada 6 derajat utara dan 11 derajat selatan, sehingga memberikan negara ini keunggulan di wilayah selatan planet ini.
Lambatnya kemampuan laut dalam menyerap dan melepaskan panas melindungi Indonesia dari dampak gelombang panas yang melanda negara-negara di belahan bumi utara.
“Matahari kini meninggalkan garis khatulistiwa dan menuju belahan bumi utara. Negara bagian Gujarat dan Hyderabad di India tandus dan tidak memiliki air sehingga daratannya menjadi sasaran panas matahari,” kata Edhi.
Ia juga menjelaskan bahwa bumi menerima panas dengan cepat dan melepaskan panas dengan cepat. Oleh karena itu, jika posisi matahari berada di utara maka penyerapan panas matahari akan lebih baik.
Meskipun panas berasal dari matahari dan didistribusikan secara merata ke seluruh dunia, respons yang diberikan tidaklah sama, terutama di negara-negara yang didominasi oleh lautan dan daratan.
Secara historis, Indonesia belum pernah mencatat fenomena gelombang panas, kata Eddy. Di beberapa daerah, suhu bisa mencapai 40 hingga 42 derajat, namun ini bersifat sementara dan tidak permanen.
“Apakah gelombang panas itu berbahaya? Ya, pasti berbahaya bagi negara-negara daratan, tapi tidak bagi Indonesia,” ujarnya.