iaminkuwait.com, JAKARTA – Sejak Januari 2024, cuaca panas di Thailand telah menewaskan sekitar 30 orang. Pemerintah setempat memperingatkan cuaca panas bisa melebihi 45 derajat Celcius.
Tidak hanya Thailand, sebagian Eropa, Asia, dan Amerika Utara akan mengalami panas ekstrem pada tahun 2023. Suhu ekstrem di seluruh dunia telah memicu kebakaran hutan karena kekuatan perubahan iklim semakin nyata setiap tahunnya.
Gelombang panas adalah periode suhu di atas normal yang berkepanjangan pada tahun tersebut. Gelombang panas dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk kelemahan, serangan panas, dan bahkan kematian.
Peningkatan gelombang panas berhubungan dengan penyakit pada sistem kardiovaskular dan pernapasan. Mereka yang paling rentan terhadap suhu panas adalah pekerja di luar ruangan, lansia, dan anak-anak.
Ahli lingkungan hidup Anjal Prakash mengatakan pemanasan global akibat pembakaran bahan bakar fosil berperan besar dalam suhu ekstrem yang terjadi di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah karbon di atmosfer dunia.
“Suhu global telah menghangat sekitar 1,16 derajat Celcius sejak masa pra-industri,” kata Prakash, yang pernah bekerja dengan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB, menurut Aljazeera 26/4/2024.
Karbon dioksida di atmosfer memerangkap panas, dan ini disebut juga efek gas rumah kaca. Bumi bertindak seperti rumah kaca tempat panas disimpan di dalamnya.
Menurut Prakash, peristiwa ini “mengganggu” banyak sistem yang saling berhubungan di atmosfer bumi. Kemudian menimbulkan banyak kerugian bagi manusia.
Menurut perkiraan Pusat Lingkungan Nasional AS, Juli 2023 merupakan hari terpanas di dunia yang memecahkan rekor. Suhu rata-rata global sebesar 17,01 Celcius melampaui suhu bersejarah sebesar 16,92 derajat (62,46F) yang tercatat pada Agustus 2016 selama gelombang panas global.
Selain Thailand, negara-negara Eropa seperti Italia dan Yunani mengalami suhu terpanas pada Juli 2023. Oleh karena itu, pihak berwenang mengimbau masyarakat untuk berhati-hati di tempat umum. Kemudian, China yang merupakan wilayah relatif kering masih memiliki suhu lebih tinggi dari 52 derajat. Saat itu, gelombang panas berkepanjangan di Tiongkok merusak sistem tenaga listrik dan tanaman pangan serta menimbulkan ketakutan akan kekeringan terburuk dalam 60 tahun. L