JAKARTA.COM – Kematian mendadak pebulu tangkis Tiongkok menjadi pembelajaran bagi petugas kesehatan akan pentingnya AED (automated external defibrillator), kata pakar jantung dan pembuluh darah dr Utojo Lubiantoro. Alat ini dapat melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan nyawa.
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan dalam wawancara online, “Saat seorang atlet pingsan, alat tersebut dapat segera mendeteksi irama jantung yang tidak normal dan memberikan pengobatan yang tepat untuk mencegah kematian atlet tersebut, Rabu (3/7/2021). 2024).
Utojo mengatakan, setiap lembaga publik harus dilengkapi dengan alat ini, terutama fasilitas olahraga yang sering menggelar kompetisi dengan intensitas tinggi.
Alat tersebut menempel pada pasien dan berfungsi sebagai perekam jantung elektrokardiogram, mendeteksi detak jantung pasien sehingga petugas kesehatan dapat menganalisis langkah pengobatan selanjutnya.
Jika irama jantung terganggu, defibrilator harus digunakan untuk mengejutkan jantung untuk fibrilasi dan takikardia ventrikel. Namun jika detak jantung sudah stabil, segera lakukan resusitasi jantung paru (CPR) untuk memberikan oksigen ke jantung.
“Tidak semua aritmia disebabkan oleh syok, hanya fibrilasi ventrikel atau takikardia. Kalau datar lakukan CPR, pakai respirator, ventilator, dan sebagainya. Ini hanya berlaku 5 hingga 10 menit pertama,” kata Utojo.
Penanganan yang tepat dapat menyelamatkan nyawa, karena jika melebihi rentang tersebut, dapat terjadi kerusakan otak dan kematian batang otak.
Jika Anda menghadapi keadaan darurat di tempat umum dan menemukan seseorang tiba-tiba pingsan, Utocheng menyarankan untuk melakukan tes darurat, seperti memeriksa denyut nadi, menggunakan AED untuk mendeteksi detak jantung, dll.
Anggota Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) ini juga merekomendasikan agar para atlet muda menjalani pemeriksaan jantung secara rutin untuk memastikan tidak ada kelainan jantung yang bisa berujung pada kematian.