iaminkuwait.com, JAKARTA — Ekonom dan Kepala Ekonom Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan, kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat diukur melalui tiga ukuran utama, yaitu kebijakan, kinerja keuangan, dan kontribusi terhadap perekonomian. Sunarsip mengatakan yang terpenting adalah implementasi serangkaian undang-undang dan program untuk mencapai parameter yang diharapkan tersebut.
“Kalau saya bandingkan dengan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, termasuk Presiden Jokowi periode pertama, Pak Erick (Menteri BUMN) punya keuntungan karena semua program yang dirintisnya bisa berjalan,” kata Sunarsip dalam forum diskusi kelompok (FGD) bertajuk “Kinerja BUMN. ” , Truth or Fairytale yang digelar di Kantor Republika, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2024).
Sunarsip yang pernah menjadi Staf Khusus Menteri BUMN Sugiharto pada 2004-2007 mengaku telah membuat program S2 BUMN. Namun sayang, proyek induk tersebut tidak pernah mendapat persetujuan dari Presiden SBY.
Jadi, master plan ini hanya proyek Departemen BUMN, tidak berpedoman pada payung politik yang kuat, kata Sunarsip.
Sunarsip mengatakan minimnya perlindungan politik sangat menghambat upaya perbaikan operasional BUMN. Sunarsip mencontohkan buruknya situasi antara mantan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Komisi VI DPR.
“Sayangnya Bu Rini, hubungannya dengan Komisi VI sama sekali tidak ada, menutup pintu bagi semua program untuk berhenti. Pada masa Pak Erick, pintu politik terbuka dan semua yang diinginkan Erick didukung oleh presiden. “, sambung Sunarsip.
Sunarsip mengatakan, episode ini memberi ruang bagi Erick untuk melakukan perubahan bagi BUMN. Hasilnya, Erick mampu mengintegrasikan beberapa fasilitas BUMN, mulai dari fasilitas pangan hingga pariwisata.
“Unifikasi tentu memakan waktu, tapi semuanya sudah direncanakan dan gagasan pokok Pak Ekonomi terpenuhi, unsur-unsur BUMN dibentuk, artinya semua terjadi dalam lima tahun terakhir,” kata Sunarsip.