Gaji Guru Honorer Lebih Rendah dari Upah Minimum, Terpaksa Utang Demi Lanjutkan Hidup

iaminkuwait.com, JAKARTA – Institute for Demography and Poverty Education (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa melakukan survei kesejahteraan guru di Indonesia pada minggu pertama Mei 2024 dalam rangka Hari Pendidikan Nasional. 

Survei tersebut dilakukan secara online terhadap 403 responden 403 guru di 25 provinsi, terdiri dari 291 responden berasal dari Pulau Jawa dan 112 orang dari luar Pulau Jawa. Responden survei meliputi guru PNS sebanyak 123 orang, guru yayasan tetap sebanyak 118 orang, guru honorer atau kontrak sebanyak 117 orang, dan guru PPPK sebanyak 45 orang.

“Survei mengungkapkan 42 persen guru berpenghasilan kurang dari Rp2 juta per bulan dan 13 persen di antaranya berpenghasilan kurang dari Rp500 ribu per bulan,” kata Muhammad Anwar, peneliti IDEAS dalam keterangan tertulisnya. Pernyataan pada Selasa (21/05/2024).

Pak Anwar menambahkan, jika ditelaah lebih dalam pada responden guru honorer/kontrak, akan terlihat rendahnya tingkat kesejahteraan mereka, dimana 74 persen guru honorer/kontrak berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta per bulan, padahal 20,5 persen di antaranya adalah guru honorer/kontrak. masih menghasilkan. Di bawah Rp 500 ribu.

Nilai nominal tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten-Kota (UMK) se-Indonesia pada tahun 2024 yaitu Kabupaten Banjarnegara dengan UMK Rp 2.038.005. Artinya, di daerah yang UMK pun, para guru, terutama guru-guru terhormat, masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lanjut Pak Anwar, dengan rata-rata jumlah tanggungan 3 keluarga, 89% guru merasa penghasilan mengajar mereka cukup atau tidak mencukupi kebutuhan hidup, hanya 11% Hanya mengatakan cukup dan masih ada sisa .

Dengan pendapatan yang rendah, para guru kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satunya bekerja selain mengajar.

“Survei ini menunjukkan 55,8% guru mempunyai penghasilan tambahan dari pekerjaan lain. Namun tambahan penghasilan ini tidak seberapa, sebagian besar guru yang bekerja sampingan hanya mendapat penghasilan kurang dari Rp 500 ribu, kata Anwar.

Guru memilih pekerjaan yang populer, yaitu bimbingan belajar atau mengajar (39,1 persen), bisnis (29,3 persen), pertanian (12,8 persen), bekerja (4,4 persen), pembuat konten (4 persen) dan sopir taksi online (3,1 persen).

Minimnya penghasilan dari pekerjaan utama saya sebagai guru dan penghasilan tambahan dari pekerjaan sampingan menjadikan hutang sebagai salah satu cara untuk menutupi kebutuhan hidup. Tercatat 79,8 persen guru menerima utang.

“Guru mengaku berhutang kepada bank/BPR sebesar 52,6 persen, kepada keluarga atau kerabat sebesar 19,3 persen, kepada simpan pinjam sebesar 13,7 persen, kepada teman atau tetangga sebesar 8,7 persen, dan kepada pinjaman online sebesar 5,2 persen,” ujar Anwar.

Dalam keadaan darurat karena kebutuhan, 56,5 persen guru bersedia menjual atau menggadaikan barang berharga miliknya. Aset yang dijaminkan meliputi emas perhiasan (38,5 persen), kendaraan BPKB (14 persen), sertifikat rumah/tanah (13 persen), sepeda motor (11,4 persen), cincin kawin (4,3 persen), dan surat keputusan pemerintah (3,9 persen).

“Mengingat rendahnya status sosial guru, kami menilai keputusan guru di Indonesia sangat menggembirakan, terlihat dari keinginan 93,5% responden untuk tetap mengabdi dan berbagi ilmu menjadi guru hingga pensiun, meski sejahtera. kebanyakan orang. Jumlah mereka jauh dari cukup,” jelas Anwar.

Asep Hendriana, CEO GREAT Edunesia Dompet Dhuafa, yang fokus pada proyek terkait pendidikan, mengatakan temuan IDEAS menegaskan pengalaman lembaganya dalam membantu guru.

Pak Asep mengatakan “Berdasarkan pengalaman lembaga kami, tingkat kesejahteraan profesi guru tidak pernah membuat mereka bersemangat untuk terus mengajar sampai tua karena itu adalah pengabdian mereka.”

Pak Asep berpendapat, baik pemerintah pusat maupun daerah harus memberikan perhatian terhadap masalah ini. Selain permasalahan sosial, Asseb juga melihat perlunya lembaga yang membantu guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui pelatihan, penyuluhan dan program peningkatan kapasitas lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *