Hubungan Seksual di Luar Nikah Meningkat, BKKBN: Waspada!

iaminkuwait.com, JAKARTA – Deputi Bidang Advokasi, Pengetahuan dan Informasi (Adpin) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, meningkatnya situasi seks juga perlu diwaspadai.

Hal itu disampaikan Teguh merespons penurunan angka pernikahan di Indonesia pada tahun 2023. Tahun lalu angka pernikahan tercatat terendah di Indonesia selama 10 tahun terakhir, yakni 1,5 juta pasangan.

“Yang dicatat (pada masyarakat melalui pencatatan sipil) adalah mereka yang sudah menikah, namun yang menikah itu sama saja (dibandingkan) dengan mereka yang melakukan hubungan seks di luar nikah?” Dia berkata.

Ia mengatakan, keengganan menikah di kalangan muda bukanlah hal yang penting, meski tetap perlu mendapat perhatian. Namun, hal terpenting yang harus segera diselesaikan bersama adalah hubungan seks setelah menikah.

“Saat menjalin hubungan romantis, belum menikah tetapi pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, hal ini perlu dihindari dan diperiksa dengan baik karena berbahaya bagi kesehatan, mental, dan sosial,” ujarnya.

Beliau juga menyampaikan bahwa di beberapa negara, tidak hanya Indonesia, dikatakannya usia menikah semakin berkurang atau generasi muda enggan menikah. Namun di sisi lain, usia melakukan hubungan seks di luar nikah (laki-laki dan perempuan) biasanya masih muda.

Teguh menjelaskan, data yang dimiliki BKKBN, angka kelahiran menurut umur atau angka kesuburan spesifik (ASFR) 10-15 tahun mulai bermunculan belakangan ini. Memang lima atau 10 tahun lalu tidak ada statistik seperti itu, artinya kasus pernikahan harus terjadi lebih awal, ujarnya.

Untuk itu, ia menekankan agar mereka yang mempunyai masalah harus saling bekerja sama untuk fokus mengatasi meningkatnya masalah seksual setelah menikah. Sebab jika tidak dicegah akan meninggalkan kekacauan dalam keluarga yang berujung pada perceraian.

Disinggung pula mengenai angka kesuburan total atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia yang menurut sensus penduduk tahun 2020 jumlahnya 2,18.

“Pencapaian ini merupakan suatu hal yang baik karena rata-rata nasional perempuan Indonesia pada usia anak adalah 2,1. Hal ini menunjukkan keberhasilan dalam mengurus keluarga melalui sistem keluarga (KB),” ujarnya.

Namun, lanjutnya, BKKBN masih menghadapi tantangan keberagaman yang cukup besar. Misalnya saja di Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang TFRnya masih tinggi yakni mencapai 2,79, sedangkan DKI Jakarta tercatat memiliki TFR terendah yakni 1,75.

“Untuk daerah-daerah yang TFR-nya sudah rendah, di bawah 2, tidak perlu diturunkan lagi, karena kreatifitas tetap penting. Sementara itu, daerah-daerah yang TFR-nya tinggi harus diturunkan, karena berkaitan dengan kualitas kesehatan ibu dan anak, tingkat kesejahteraan keluarga, dan tingkat keparahan serangan,” kata Teguh.

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *