Ilmuwan Deteksi Gelombang Radio dari Bintang yang tidak Aktif

Radar Sumut, JAKARTA — Para ilmuwan dibingungkan dengan kehadiran gelombang radio dari sebuah bintang yang diketahui sudah lama tidak aktif. Sinyal tersebut berasal dari bintang yang dikenal sebagai XTE J1810-197.

Dikutip dari situs pribadi, Selasa (9/4/2024), XTE J1810-197 merupakan magnetar atau sejenis bintang neutron yang juga merupakan magnet terkuat di alam semesta. Magnetar terletak sangat dekat dengan Bumi, pada jarak 8.000 tahun cahaya.

“Tidak seperti sinyal radio yang kita lihat di magnetar lain, magnetar ini memancarkan sejumlah besar polarisasi melingkar yang berubah dengan cepat. Kami belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya,” kata rekan pascadoktoral di Badan Sains Nasional Australia, CSIRO, yang memimpin penelitian tersebut. . . Marcus Rendah.

Menerima sinyal radio dari magnetar sungguh luar biasa. Selain itu, para peneliti menemukan bahwa gelombang dari XTE J1810-197 memancarkan semacam cahaya berputar-putar yang sama sekali tidak terduga.

Cahaya dari magnetar ini terpolarisasi sirkular, artinya ia tampak membentuk spiral saat melintasi ruang angkasa. XTE J1810-197 menjadi magnet pertama yang memancarkan sinyal radio pada tahun 2003. Hal ini kemudian luput dari perhatian selama lebih dari satu dekade dan sekarang muncul kembali.

Lower mengatakan pengamatan timnya menunjukkan adanya plasma super panas di atas kutub magnet magnetosfer, yang bertindak sebagai filter pemisahan. Bagaimana sebenarnya plasma bekerja, tim peneliti masih memiliki banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mempelajarinya.

Hasilnya dipublikasikan di Nature Astronomy dengan judul “Konversi linier ke sirkular dalam emisi radio terpolarisasi magnetar”. Peneliti lain dalam studi tersebut, Manisha Caleb, percaya bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada lebih banyak hal yang terjadi di bintang daripada yang diperkirakan penduduk bumi.

Hal ini dapat mengubah pemahaman kita tentang medan magnet dan lingkungan. “Sinyal yang dipancarkan magnet ini menunjukkan bahwa interaksi di permukaan bintang lebih kompleks dibandingkan penjelasan teoretis sebelumnya,” kata Caleb, dari Universitas Sydney.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *