iaminkuwait.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melihat terjadi penurunan drastis jumlah masyarakat kelas menengah yang menjadi kelompok menuju kelas menengah dan rentan miskin. Pengamat menilai, ada sejumlah karakteristik yang terlihat pada kelas menengah dan rentan kemiskinan, mulai dari gaya hidup hemat hingga pilihan untuk mengurangi kebutuhan dasar.
Berdasarkan laporan BPS, jumlah masyarakat kelas menengah pada tahun 2024 mencapai 17,13 persen, turun sekitar 4,32 persen dari tahun 2019 sebesar 21,45 persen. Artinya, terdapat sekitar 12 juta masyarakat kelas menengah yang mengalami penurunan kasta. , kelompok kelas menengah atau middle class yang bahkan terancam kemiskinan.
Sementara itu, kelompok yang bergerak menuju kelas menengah akan mencapai 137,50 juta (49,22 persen) pada tahun 2024, dibandingkan dengan 128,85 juta (48,20 persen) pada tahun 2019. Kelompok berisiko kemiskinan meningkat menjadi 67,69 juta orang (24,23 persen) pada tahun 2019. 54,97 juta (20,56 persen).
Ukuran kelas menengah adalah pengeluaran antara 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan atau sekitar Rp2,04 juta – Rp9,90 juta per kapita per bulan. Sedangkan untuk kelas menengah berada 1,5-3,5 kali garis kemiskinan atau Rp874,39 ribu-Rp2,04 juta per bulan. Sedangkan besarnya kelompok lanjut usia miskin yang pengeluarannya 1-1,5 kali garis kemiskinan yaitu Rp582,93 ribu – Rp874,39 ribu per bulan.
Pengamat Trubus Rahardiansyah berpendapat, ciri masyarakat berorientasi kelas menengah terlihat dari pilihan merek yang sepadan. Mulai dari pemilihan pakaian, kendaraan hingga perawatannya.
Ia menegaskan, masyarakat kelas menengah berorientasi pada selera. Misalnya, selera fesyennya biasanya mengacu pada merek-merek terkenal. Namun kemudian dia memilih produk yang lebih terjangkau.
“Itu modelnya, menyiasatinya dengan mencari penggantinya yang hampir sama,” kata Trubus saat dihubungi Republik, Minggu (1/9/2024).
Sedangkan ciri utama masyarakat yang berisiko kemiskinan adalah berkurangnya konsumsi. Sehingga terlihat jelas dengan berkurangnya kebutuhan pokok.
Trubus misalnya mencontohkan orang yang biasanya makan tiga kali sehari, bangun dua kali sehari. “Orang-orang yang berisiko menjadi miskin mengurangi konsumsi mereka, yang menimbulkan risiko bagi kesehatan mereka karena kebutuhan pokok tidak terpenuhi. “Tapi secara sosial, dia masih terlihat seperti orang kelas menengah,” ujarnya.
Selain itu, Trubus menilai masyarakat rentan kemiskinan mengalami beban ekonomi yang besar. Seringkali mereka menjadi tergantung pada pinjaman.
“Beban ekonomi sangat besar, kami terus bergantung pada pinjaman yang tinggi dan kami jarang menggunakan kartu kredit karena kami takut bagaimana kami akan membayarnya kembali, karena misalnya kami tidak memiliki pendapatan yang stabil karena kami di-PHK. , “katanya.
BPS sebelumnya menyebutkan kelas menengah merupakan salah satu penyumbang utama konsumsi rumah tangga. Plt Kepala BPS Amalia Adiningar Vidyasanthy mengatakan kontribusi kelas menengah terhadap konsumsi rumah tangga relatif tinggi.
Amalia mengatakan kelas menengah merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, meski menghadapi pandemi Covid-19. Amalia mengatakan, kelas menengah memiliki ciri-ciri fast pembelanja dan pembelanja besar yang terbukti mendukung perekonomian dari sisi permintaan atau konsumsi rumah tangga.
“Kalau dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, kelas menengah dan calon kelas menengah atau menuju kelas menengah memberikan kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga sebesar 81,49 persen,” kata Amalia dalam konferensi pers, Jumat (30 Agustus 2024).
Amalia mengatakan jumlah masyarakat kelas menengah mengalami penurunan sejak pandemi, namun jumlah masyarakat yang masuk ke kelas menengah mengalami peningkatan. Amalia mengatakan, jumlah kelas menengah di Indonesia pada tahun 2023 berjumlah 17,44 persen atau 2024 sebesar 17,13 persen, lebih rendah dibandingkan jumlah kelas menengah pada tahun 2019 yang sebesar 21,45 persen.
Artinya terjadi penurunan jumlah kelas menengah sebesar 4,32 persen. Jumlah tersebut sekitar 12 juta penduduk Indonesia, dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sekitar 280 juta jiwa.
“Pada tahun 2024, jumlah penduduk kelas menengah dan menengah sebanyak 185,35 juta orang atau 66,35 persen, turun dibandingkan tahun 2019 sebanyak 186,18 juta orang atau 69,65 persen dari total penduduk,” lanjut Amalia.
Amalia mengatakan penurunan kelas menengah merupakan dampak dari pandemi Covid-19. BPS, lanjut Amalia, memperkirakan hal tersebut terjadi akibat perlambatan perekonomian yang terjadi pada masa pandemi Covid-19.
“Kami berharap dampak ini tidak berlangsung lama dan jika pemerintah terus menerapkan kebijakan pasti bisa pulih seperti sebelum pandemi Covid-19,” kata Amalia.