REPUBLIK JAKARTA – Pakar otomotif Yanez Martinus Pasarib dari Universitas Teknologi Bandung menilai industrialisasi dan pemberian berbagai program insentif oleh pemerintah bisa membantu revitalisasi sektor otomotif tanah air. Bidang ini terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Insentif dan industrialisasi juga dipandang sebagai jalan keluar bagi sektor otomotif Indonesia, salah satu industri yang paling terpukul oleh menyusutnya populasi kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir. “Tentunya (insentif dan industrialisasi) pasar mobil dalam negeri akan berdampak besar,” kata Yanez, Minggu (9/8/2024).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah turun hampir 9,5 juta orang dalam lima tahun terakhir. Yanez mengatakan dampak penurunan kelas pendapatan nasional telah dirasakan di sektor otomotif tanah air selama 15 tahun terakhir, khususnya penurunan pangsa pasar dan penjualan mobil meskipun ada intervensi dari pemangku kepentingan.
Berbagai event otomotif dalam dan luar negeri digelar untuk merangsang selera beli pasar. Salah satunya adalah Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS), sebuah acara tahunan yang diselenggarakan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Namun Yannes mengatakan hal itu tidak cukup untuk meningkatkan penjualan secara berkelanjutan.
“Selama 15 tahun terakhir kami telah berinvestasi dan mengalami penurunan, dan Gaikind menciptakan hal-hal seperti acara GIIAS, lalu turun lagi. Saya akan melanjutkannya,” katanya.
Selain memberikan berbagai program insentif dan subsidi kepada masyarakat lokal, pemerintah juga harus menerapkan industrialisasi, lanjut Yannes. “Kita harus masuk ke industri. Nilai tambahnya paling tinggi di industri,” kata Yanez.
Yanez menjelaskan prinsip perekonomian industri adalah produksi, bukan konsumsi. Contoh industrialisasi adalah nikel. Nikel jika diolah dari hulu ke hilir, bahkan menjadi aki mobil, bisa memiliki nilai jual 150 kali lipat dibandingkan bahan bakunya.
Industrialisasi juga dapat dilakukan di berbagai bidang lain, seperti suku cadang mobil.
Pada tahun 2019, jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang. Sedangkan pada tahun 2023, jumlah kelas menengah Indonesia diperkirakan mencapai 48,27 juta jiwa atau 17,44 persen dari total penduduk Indonesia. BPS juga melaporkan bahwa kelas menengah akan turun menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen dari total penduduk Indonesia pada tahun 2024.