Jadi Korban Cyberbullying, Jangan Balas Komentar Jahat di Media Sosial

Republik Jakarta – Maraknya kejadian bullying di kalangan anak-anak dan remaja tentu membuat banyak orang tua khawatir. Tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi korban atau pelaku bullying. Namun kenyataannya, kejadian seperti ini, termasuk cyberbullying, masih terus terjadi dan terus terjadi.

Salah satunya adalah perundungan terhadap seorang siswa SMA di Tegal, Provinsi Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Saat SMA, tiga siswi menyerang seorang siswa SMA. Pihak berwenang mengatakan hal itu dimulai dengan saling intimidasi dan pelecehan di media sosial.

Kasus cyberbullying juga tidak bisa dianggap remeh. Diambil dari KidsHealth Jumat (24 Mei 2024) Cyberbullying didefinisikan sebagai penggunaan teknologi untuk melecehkan, mengancam, menyakiti, mempermalukan, atau menargetkan orang lain. ​

Perilaku ini dapat berupa penindasan online atau pengiriman teks, tweet, postingan, atau pesan yang kejam, menyinggung, atau agresif. Juga dengan memposting informasi pribadi, foto, atau video yang dimaksudkan untuk merugikan atau mempermalukan orang lain.

Penindasan mencakup penghinaan dan ancaman yang berulang-ulang. Ini bukanlah lelucon atau sindiran yang hanya terjadi satu kali saja, melainkan pelecehan dan ancaman berkelanjutan yang lebih dari sekedar sindiran lucu atau komentar buruk yang dibuat saat sedang marah.

Cyberbullying juga dapat berupa ancaman atau komentar jahat yang berfokus pada gender, agama, orientasi seksual, ras, perbedaan fisik, dan lain-lain. Bagaimana kita bisa mencegah anak-anak menjadi korban atau pelaku?

Anak-anak dan remaja mungkin tidak mengambil tindakan karena mereka takut atau tidak yakin apakah mereka sedang ditindas. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya mendidik anaknya untuk selalu waspada terhadap SMS, pesan, postingan, dan email yang mengganggu, kasar, atau membuat mereka merasa tidak nyaman.

Jika anak Anda mengalaminya, dorong mereka untuk segera memberi tahu orang dewasa yang tepercaya. Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun ikatan dan keintiman antara orang tua dan anak. Selain orang tua, anak dan remaja juga dapat berbicara dengan guru, konselor sekolah, atau anggota keluarga lain yang lebih tua.

Orang tua perlu mengajari anak-anak mereka untuk berpikir dua kali sebelum membagikan informasi pribadi, foto, dan video yang mereka tidak ingin dilihat dunia. Karena begitu foto atau pesan diposting, selalu meninggalkan jejak digital yang sulit atau tidak mungkin dihilangkan.

Selain itu, jangan pernah membagikan kata sandi ponsel atau situs web Anda kepada siapa pun selain orang tua atau wali Anda. Sebagai tindakan pencegahan, ubah kata sandi Anda sesering mungkin untuk mencegah peretasan.

Selalu berhati-hati saat membalas pesan yang tidak diminta dari orang lain. Mengabaikan si penindas adalah cara terbaik untuk mencegah si penindas merasa “lebih kuat”, namun hal ini tidak selalu mudah. Meskipun menghadapi pelaku intimidasi bisa efektif, hal ini lebih mungkin memprovokasi pelaku intimidasi dan memperburuk situasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *