Kemenkes: Edukasi Penting untuk Singkirkan Stigma Tentang TBC

iaminkuwait.com, JAKARTA – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan, mengingat masih adanya stigma terhadap penyakit tuberkulosis (TB) di masyarakat, maka perlu adanya peningkatan edukasi dan kesadaran mengenai penyakit tersebut.

“Masih ada stigma mengenai TBC di sebagian masyarakat, termasuk sebagian pasien TBC dan petugas kesehatan,” kata Imran.

Ia mengatakan, salah satu tantangan dalam pengobatan TBC adalah rendahnya cakupan pengobatan pencegahan TBC (TPT).

Sebab ada masyarakat yang menolak menerimanya karena tidak merasa sakit dan tidak perlu minum obat. Dia mengatakan, hal ini terjadi karena informasi mengenai TPT tidak sampai ke masyarakat umum.

TPT adalah pemberian obat untuk mencegah tuberkulosis pada orang yang berisiko tinggi terkena tuberkulosis, seperti pasien tuberkulosis dan orang yang kontak erat dengan pengidap HIV/AIDS.

Padahal, kata dia, pemberian TPT kepada penderita TBC, Orang dengan HIV (ODHIV), dan kelompok rentan lainnya merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut.

Ia mengatakan, TBC merupakan penyakit kronis yang mudah menular melalui udara yang terkontaminasi bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Menurutnya, TBC bisa menyerang semua kalangan dan semua kelompok umur.

Ia mencontohkan data Sistem Informasi Tuberkulosis (TBIS) yang menunjukkan 443.235 kasus TBC pada tahun 2021, 724.309 kasus pada tahun 2022, dan 821.314 kasus pada tahun 2023 per Februari 2024.

“Ini merupakan kabar baik bagi Indonesia karena semakin banyak kasus yang terdeteksi maka semakin banyak kasus yang dapat diobati sehingga rantai tuberkulosis dapat dihentikan sejak dini,” ujarnya.

Menurutnya, pengobatan TBC akan berhasil jika ada komunikasi dan edukasi yang baik tentang TBC sehingga mudah diterima masyarakat sehingga stigma terhadap TBC akan hilang. Ia percaya bahwa mitra dan masyarakat harus berpartisipasi dalam upaya tersebut.

Imran mengatakan, untuk pencegahan, pemerintah telah melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai gejala dan pencegahan tuberkulosis melalui poster, pamflet, iklan layanan masyarakat, postingan media sosial, dan lain-lain.

Pasien TBC kemudian harus menerima dukungan psikososial dari komunitas dan organisasi TBC.

Imran mengatakan, tenaga kesehatan juga harus diedukasi untuk memberikan terapi tersebut. Selain itu, ia mengatakan peningkatan kapasitas petugas yang mendukung pasien tuberkulosis juga harus diperkuat.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *