REPUBLIK.CO. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Kesehatan, mengatakan jumlah kasus streptococcal toxic shock syndrome (STSS) yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes telah melebihi 1.000 di Jepang dan perlu mendapat perhatian. . di seluruh dunia.
Nadia menjelaskan, bakteri ini disebut pemakan daging karena mampu merusak kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dalam waktu singkat. Menurut dia, penyakit menular seksual menular melalui inhalasi dan tetesan, yaitu air liur atau sekret penderita.
Meski belum ada informasi yang dirilis, pihaknya terus memantau situasi melalui pengawasan penyakit mirip influenza (ILI)-sindrom pernafasan parah (SARS) dan pengujian genom.
Ia mengatakan, ketika infeksi menular seksual dilaporkan di Jepang, infeksi yang didapat di rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri streptokokus biasanya terjadi dengan gejala faringitis atau faringitis atau faringitis.
Infeksi STSS bisa berakibat fatal karena pasien dapat mengalami sepsis dan kegagalan banyak organ, katanya. Namun, ia menambahkan penyebab pastinya masih belum diketahui karena gejala STSS seringkali ringan dan dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu singkat.
Sejak tahun 1999, Jepang telah melaporkan infeksi streptokokus dalam sistem pelaporan pengawasannya. Pada tahun 2023, terdapat 941 kasus yang dilaporkan, dan pada bulan Juni 2024, jumlah tersebut meningkat menjadi 977.
Meski mengkhawatirkan, prevalensi STSS jauh lebih rendah dibandingkan Covid-19. Warga diimbau menjaga pola hidup sehat, memakai masker saat sakit, dan rutin mencuci tangan.
Nadia mengatakan, yang terpenting saat ini adalah terus menerapkan kebiasaan baik yang dikembangkan selama pandemi Covid-19, seperti mencuci tangan pakai sabun dan memakai masker, sehingga mengurangi penyebaran droplet melalui pernapasan.
Saat ini tidak ada pembatasan perjalanan ke dan dari Jepang terkait dengan STSS. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) mengenai peningkatan kasus iGAS atau penyakit streptokokus grup A termasuk STSS di Eropa pada Desember 2022, tidak disarankan untuk menunda perjalanan ke negara terdampak. .
STSS diobati dengan antibiotik. Saat ini belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri “pemakan daging” ini.