Korban Deepfake Porno di Korea Selatan: Dari Artis Hingga Pelajar

iaminkuwait.com, JAKARTA – Di tengah meningkatnya prevalensi pornografi palsu, sebuah studi baru yang dilakukan oleh perusahaan keamanan siber internasional mengungkapkan bahwa Korea Selatan adalah negara yang paling rentan terhadap bentuk eksploitasi seksual ini. Menurut perusahaan keamanan siber Amerika, Security Hero, yang menganalisis 95.820 video yang diunggah ke situs palsu antara Juli dan Agustus tahun lalu, 53 persen orang yang digambarkan dalam eksploitasi tersebut berasal dari Korea Selatan.

Sebagai perbandingan, warga Amerika menyumbang 20 persen korban, yang menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan. Sangat mengkhawatirkan bahwa 8 dari 10 orang yang paling banyak diserang adalah penyanyi Korea Selatan atau bintang K-pop. The Wall Street Journal yang memberitakan penyelidikan ini menyebutkan bahwa Korea Selatan adalah pusat masalah global ini.

Periode analisis ini, Juli hingga Agustus tahun lalu, bertepatan dengan munculnya kecerdasan buatan generatif seperti ChatGPT, yang memudahkan masyarakat umum untuk membuat deepfake. Dalam editorialnya, media lokal The Chosun Daily menuduh pemerintah Korea Selatan tidak menanggapi masalah ini dengan cukup serius sejak awal. Saat ini, penyalahgunaan teknologi deepfake untuk kejahatan seksual semakin meningkat hingga masyarakat biasa seperti mahasiswa, tentara, guru, bahkan siswa sekolah dasar dan menengah menjadi sasarannya.

Sebuah survei baru-baru ini menunjukkan bahwa lebih dari 500 siswa dan guru telah menjadi korban, dan besarnya permasalahan yang sebenarnya mungkin jauh lebih besar jika kasus-kasus yang tidak dilaporkan juga diperhitungkan. “Jika pemerintah tidak bertindak sekarang, Korea Selatan berisiko menjadi pusat konten seksual palsu,” tulis Chosun Daily dalam editorialnya seperti dilansir Senin (2/9/2024).

Situasi ini diperparah terutama karena kerangka peraturan Korea Selatan penuh dengan celah. Bahkan jika seseorang membuat video eksploitasi seksual palsu, mereka jarang menghadapi hukuman penjara dan kepemilikan konten tersebut bukanlah kejahatan.

Selain itu, agar seseorang yang membuat atau memiliki deepfake dapat dimintai pertanggungjawaban, harus ada bukti niatnya untuk mendistribusikannya, sehingga banyak orang dapat dengan mudah menghindari hukum. Sebaliknya, Kementerian Kehakiman Inggris mengumumkan pada bulan April lalu bahwa pembuatan deepfake pornografi saja merupakan pelanggaran pidana, terlepas dari apakah konten tersebut didistribusikan atau tidak. Akibatnya, dua situs porno besar dengan konten palsu diblokir di Inggris. Korea Selatan, yang menghadapi tantangan serupa, perlu segera menerapkan peraturan serupa yang ketat.

Chosun Daily juga meminta pemerintah Korea Selatan untuk mengatur platform media sosial yang menjadi saluran distribusi deepfake. Video deepfake sering kali dibagikan melalui Telegram, platform yang sangat aman sehingga memudahkan untuk menghindari penegakan hukum.

“Sudah waktunya bagi anggota parlemen untuk mengambil tindakan tegas dan serius,” lapor Chosun Daily.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *