Majelis Masyayikh Terus Percepat Kebijakan Pengakuan Pendidik Pesantren

iaminkuwait.com, JAKARTA – Majelis Masyaikh menggelar rapat paripurna selama tiga hari, Selasa (29/10/2024) hingga Kamis (31/10/2024) di Jakarta. Acara tersebut dihadiri oleh anggota Majelis Masyayikh dan mengundang perwakilan dari Kementerian Agama, Direktur Subdit Pendidikan Pesantren, Direktur Subdit Pendidikan Kesetaraan Gender, Direktur Hukum Kerjasama Luar Negeri. Biro dan Direktur Subdit Pendidikan Dini dan Ma’had Aly. RPL menjadi salah satu topik utama pembahasan dalam pertemuan tersebut.

RPL merupakan kebijakan pengakuan kualifikasi individu berdasarkan prestasi akademik yang ditetapkan oleh Dewan Masyaikh. Ini juga merupakan jenis pekerjaan yang diperintahkan Majelis Masyayikh berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 yang menjelaskan Pasal 26 Ayat 1. Melalui UU RPL, guru dapat diakui keberhasilan pembelajarannya baik dari pendidikan formal, nonformal, informal, Dan. /atau pengalaman kerja sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan formal atau untuk membandingkan kualifikasi lainnya.

RPL bertujuan untuk memberikan penghargaan dan pengakuan formal kepada para guru yang mengabdikan hidupnya untuk pengembangan pendidikan di bidang pesantren. Dengan pengamatan tersebut diharapkan guru di pesantren dapat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dengan guru di lembaga hukum lainnya, sekaligus mempunyai kepentingan umum terhadap pengembangan pendidikan di pesantren.

Dalam sambutannya Ketua Majelis Masyaikh KH. Abdul Ghaffar Rozin atau Gus Rozin menekankan pentingnya langkah tersebut sebagai langkah penting dalam meningkatkan mutu pendidikan pesantren dan menghargai peran pendidikan pesantren di dalamnya.

“Secara khusus RPL mendesak negara untuk memastikan guru-guru dari pesantren tidak turun ke jalan. Bahkan kami juga mendorong percepatan proses pelatihan guru,” kata Gus Rozin.

“Banyak lulusan pesantren yang mempunyai ijazah namun tidak memiliki ijazah resmi yang tidak diakui negara. Kami tidak ingin hal-hal tersebut terjadi. Kami ingin orang-orang seperti itu terlihat mampu, terampil, dan diakui secara resmi oleh negara. pemerintah dengan mengakui pembelajaran yang telah mereka lakukan, dokumen ini sedang disiapkan oleh Majelis Masyayikh,” ujarnya.

Menurut Gus Rozin, dokumen ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pesantren untuk terus meningkatkan mutu pendidikannya, tanpa mengabaikan keberagaman pesantren.

“Dokumen-dokumen ini merupakan hasil awal sehingga jalan untuk mencapai kesempurnaan masih panjang, namun kita harus berani agar dokumen-dokumen ini dapat segera diserahterimakan oleh Majelis Masyaikh, Majelis Masyaikh dan Pondok Pesantren se-Indonesia dalam perjalanannya, jika ada. Jika ada kesalahpahaman maka bisakah kita mendapatkannya sesegera mungkin “Karena tidak ada tindakan. , akan sulit bagi kami untuk melakukan penyelidikan,” kata Gus Rozin.

KH. Abdul Ghofur Maimoen atau Gus Ghofur yang juga anggota Dewan Masyayikh mengatakan, pesantren merupakan pendidikan Islam yang memiliki ciri khas dan unik. Dengan keunikannya tersebut maka pesantren dapat mencetak ulama yang berakhlak baik, sehingga pelaksanaan observasi pembelajaran sebelumnya sangat bermanfaat asalkan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.

“Penulisan dokumen ini merupakan salah satu langkah penting Dewan Masyaikh, tentunya juga melalui banyak pertimbangan, kriteria apa yang bisa ditentukan, misalnya mengajar 10 atau 15 tahun dan mendapatkan rekomendasi dari anggota. Dewan Masyaikh Tentang aturan yang jelas belum ada, harus ada rambu-rambu yang sesuai sehingga “Karena rekomendasi Dewan Masyaikh harus mempertimbangkan banyak hal,” kata Gus Ghofur.

Melalui program RPL, beberapa permasalahan terkait penyelenggaraan pendidikan pesantren dapat diatasi. Pertama, persoalan pelatihan guru atau ustadz dalam pengabdian pada pondok pesantren. Saat ini banyak sekali guru yang menduduki jabatan yang telah mengajar puluhan tahun dengan ijazah yang tidak valid. Kedua, RPL menjadi solusi permasalahan kepelatihan guru jika mereka tidak memenuhi kualifikasi akademik sebagai guru namun memiliki pengetahuan lanjutan yang dibutuhkan oleh pesantren.

Selain membahas tentang pengakuan guru yang sudah tua, Majelis Masyaikh juga membahas tentang kompetensi guru yang profesional. Nantinya, dokumen hukum yang dibuat oleh Majelis Masyayikh akan dikirimkan kepada Menteri Agama untuk menjadi Laporan Menteri Agama (KMA).

Tak hanya itu, panitia juga meninjau sistem penjaminan mutu dan alat evaluasi pendidikan dasar dan menengah, sistem penjaminan mutu dan alat evaluasi Ma’had Aly, serta standar mutu pondok pesantren non akademik. Dengan demikian, pesantren diharapkan dapat menyelenggarakan pendidikan yang komprehensif dan inklusif yang mencakup bidang kompetensi, pengembangan karakter, dan pendidikan agama yang mendalam.

Dewan Masyaikh berharap hasil sidang paripurna ini mampu memberikan pedoman kepada pesantren dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang terorganisir. “Melalui program ini, kami berharap seluruh pesantren di Indonesia memiliki pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas yang siap menghadapi tantangan dunia,” kata Gus Rozin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *