iaminkuwait.com, JAKARTA — Label bahaya BPA pada galon pakai ulang dalam aturan terbaru mendapat respons positif dari beberapa ahli. Salah satunya, ahli epidemiologi Dickie Budiman mengatakan, keputusan Badan POM yang mewajibkan pencantuman potensi risiko BPA pada label air minum pada wadah polikarbonat merupakan langkah valid dan penting untuk melindungi kesehatan masyarakat.
“Label BPA-free atau bisphenol-free pada kemasan produk ini sebenarnya merupakan langkah atau kebijakan yang sangat wajar dari sudut pandang kesehatan masyarakat,” kata Dickey dalam wawancara beberapa waktu lalu.
Pasalnya, lanjut Dickey, BPA berperan sebagai pengganggu endokrin sehingga dapat mengganggu fungsi hormonal dalam tubuh manusia. BPA merupakan senyawa kimia yang digunakan dalam pembuatan plastik, termasuk resin polikarbonat dan epoksi, yang sering ditemukan pada kemasan makanan dan minuman.
Persyaratan BPOM untuk mencantumkan label bebas BPA merupakan perkembangan penting dalam regulasi bahan kimia berbahaya di Indonesia, kata pengamat kebijakan kesehatan ini. Langkah tersebut juga merupakan komitmen untuk meningkatkan perlindungan konsumen.
“Memiliki label bebas BPA akan memberikan informasi penting kepada konsumen yang ingin menghindari potensi risiko kesehatan akibat paparan BPA,” jelasnya.
Dickey menegaskan, kebijakan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat dan konsumen agar dapat memilih produk yang aman. Selain itu, akan mendorong transparansi dalam proses pembuatan makanan dan minuman kemasan.
Untuk itu, kebijakan yang diambil pemerintah untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan perlu dukungan semua pihak. Artinya, untuk memberikan literasi yang memadai kepada masyarakat, masyarakat harus lebih sadar akan bahaya BPA dan didorong untuk memilih produk yang lebih aman daripada menyembunyikan potensi bahaya BPA.
“Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk melindungi kesehatan masyarakat, termasuk literasi. Artinya, pemberian label bebas BPA merupakan salah satu cara masyarakat dan pemerintah mengurangi paparan bahan kimia yang berpotensi berbahaya,” tegasnya.
Pilihlah dengan bijak.
Ia juga mengimbau konsumen berhati-hati dalam menggunakan pangan dalam kemasan plastik. “Pertama dan terpenting, jika menyangkut makanan dan minuman dalam kemasan plastik, pilihlah produk dengan kemasan yang aman. Jika memungkinkan, kurangi atau hindari yang terbukti tidak aman,” jelas Dickie.
Menurutnya, konsumen perlu meningkatkan literasinya mengenai risiko paparan BPA. Meskipun risiko paparan BPA dalam kemasan makanan dan minuman rendah dalam keadaan normal, lanjut Dickey, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi migrasi BPA keluar dari proses produksi, khususnya pasca produksi, mengingat penanganan produk. .yang tidak sesuai dengan peraturan. .
“Masyarakat harus selalu berhati-hati dalam membeli produk yang aman dan selalu mengikuti perkembangan terkini di bidang keamanan pangan, termasuk penelitian atau nasihat ahli tentang BPA,” ujarnya.
Sebelumnya, BPOM menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 yang memuat dua pasal tambahan mengenai pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, mengenai perubahan kedua atas Peraturan Badan Pengawasan Keamanan Pangan dan Keamanan Pangan Nomor 31 Tahun 2018 pada Label Pangan Olahan, yakni 48a dan 16a. dengan masa transisi empat tahun bagi produsen untuk melakukan penyesuaian.
Berkenaan dengan Pasal 48A disebutkan: “Keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) pada label botol air minum harus dicantumkan tulisan ‘di tempat yang bersih dan sejuk’, sinar matahari, dan barang-barang yang berbau menyengat.
Sementara itu, Pasal 61A menyatakan: “Air minum dalam kemasan yang menggunakan wadah plastik polikarbonat harus mencantumkan tulisan ‘Dalam keadaan tertentu, wadah polikarbonat boleh melepaskan BPA ke dalam kaleng air minum dalam kemasan.’