iaminkuwait.com, JAKARTA — Asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 sebesar 5,2 persen dinilai terlalu optimistis seiring dengan belum stabilnya situasi perekonomian global. Bhima Yudhishthira, direktur eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), mengatakan angka 5,2 persen merupakan tantangan tersendiri, terutama mengingat faktor eksternal seperti harga ekspor yang lebih lambat dan ketegangan geopolitik yang masih relatif tinggi.
“Pertumbuhannya 5,2 persen, meski targetnya lebih moderat dari janji Prabowo yang akan tumbuh 8 persen per tahun. Tapi 5,2 persen ini masih memiliki tantangan eksternal seperti penurunan harga komoditas dan ekspor. Karena permintaan dari negara-negara mitra tradisional Indonesia sangat besar. menurun, khususnya China,” kata Bhima kepada Republika, Selasa (20/08/2024).
Pak Bhima mengatakan ketegangan geopolitik yang masih cukup tinggi khususnya di wilayah timur Tengah dan Ukraina, Rusia masih menjadi tantangan yang harus dihadapi. Hal ini mencakup kekhawatiran mengenai suku bunga acuan yang tinggi yang dapat menghambat masuknya investasi.
“Dari dalam negeri sendiri, masih ada tantangan yang disebabkan oleh permasalahan produk pangan, produksi sisa pasokan pangan akan menyebabkan inflasi. Lalu juga dari fluktuasi harga minyak mentah, ini juga menjadi beban nyata bagi APBN,” jelas Bhima.
Jika terjadi penyesuaian harga BBM baik subsidi maupun non subsidi, akan mempengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah. Sementara dari dalam negeri, tantangannya adalah lapangan kerja di sektor kepegawaian semakin terbatas.
Menaikkan upah minimum sesuai UU JOBS yang masih sangat rendah, mungkin juga akan memberikan tekanan pada kelas menengah. Walaupun biaya pendidikan masih tinggi, dan yang harus dilihat adalah upaya untuk mendorong kelas menengah agar jumlahnya tidak semakin berkurang, namun untuk dapat menjaga daya belinya, hal ini bersumber dari kebijakan perpajakan.
“Jadi kebijakan perpajakan jangan menaikkan tarif pajak sebesar 12 persen dulu. Kemudian, yang kedua, harus ada insentif bagi sektor industri untuk berproduksi lebih banyak guna menciptakan lapangan kerja lebih banyak. Ketiga, dari sisi subsidi, khususnya subsidi non-energi “makanan dan non-energi akan berkurang pada era APBN tahun 2025. Jadi subsidi non-energi ini termasuk subsidi pupuk dan mesin harus ditingkatkan agar kita bisa mengendalikan harga pangan. sisi pasokan.” kata Bima.
Selain itu, pemerintah juga harus fokus pada program yang lebih menjangkau masyarakat kelas menengah, seperti pinjaman usaha bagi masyarakat dengan suku bunga rendah, yang ditujukan pada sektor usaha produktif. “Pagunya harus ditingkatkan lagi, jumlah penerimanya harus diperbanyak, harus ada kerjasama seperti antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mendorong para pelaku usaha UMKM agar bisa lebih banyak mengekspor dan yang terpenting. Bagaimana mengubah kata-kata upah minimum.”