iaminkuwait.com, Jakarta— Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah meminta PTI Freeport Indonesia (PTFI) membangun tambang tembaga di dekat tambang Timika, Papua, tidak hanya di wilayah timur Gresik. Jawa
“Kami akan perintahkan pembangunan kembali Freeport di Papua, bukan hanya Gresik, jadi smelternya ada di Timika, Papua. Di Jatim bangun, Papua dibangun, supaya ada pemerataan arahan dari Freeport Indonesia,” demikian dilansir Kementerian Investasi di YouTube dan di Jakarta, Senin (4/6/2024) di Kampus Nahdlatul Ulama. , kata Bahlil dalam pernyataannya.
Bahlil mengatakan, permintaan pemerintah tersebut sejalan dengan rencana pemerintah Indonesia untuk menambah jumlah saham yang dimiliki PTFI menjadi 61 persen pada tahun 2041.
“Kami berpikir, begitu peraturannya keluar, kami akan mengambil 10 persen lagi. Kita sekarang punya 51 persen, kita ingin Indonesia kembali mendapat suara mayoritas, negosiasi selesai dan Freeport menyetujui tambahan 10 persen. persentase pangsa pada tahun 2041 dan seterusnya,” ujarnya.
Saat ini, PTFI telah melakukan investasi sebesar tiga miliar dolar untuk pembangunan di Grasik Jawa Timur. Smelter tersebut akan mulai beroperasi pada 1 Juli 2024 dengan kapasitas produksi emas murni 60 ton dan katoda tembaga 400 ribu ton.
“Mulai 1 Juli, pabrik Freeport akan memproduksi konsentrat tembaga dari Timica di Grešik. Dalam setahun, pabrik ini akan memproduksi 60 ton emas murni, 400 ribu ton katoda tembaga, dan berbagai turunannya,” ujarnya.
Menurut Pak Bahlil, proses penerbitan saham Freeport merupakan bagian dari program pemerintah tingkat bawah dan merupakan salah satu strategi investasi yang dilakukan daerah untuk menciptakan lapangan kerja di masa depan.
“Dunia saat ini sedang membicarakan energi hijau dan industri hijau. Pada tahun 2035 bonus demografi akan tinggi, 65 persen penduduk Indonesia akan berada pada usia produktif. bukan negara konsumen,” ujarnya.
Bahlil misalnya, menyatakan cadangan nikel Indonesia sudah mencapai 25 persen dari total cadangan nikel dunia, dan pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor bijih nikel pada 2019. Kebijakan ini berhasil memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia.
“Ekspor nikel kita tahun 2017 hanya $3,3 miliar. Setelah kita berhenti ekspor bahan mentah, kita bangun industri, kita bangun pabrik di Indonesia, yang terjadi di 2023 sekitar $33,5 miliar atau Rp 500 triliun.” .
Bahlil juga mengatakan banyak negara maju yang tidak puas dengan kebijakan Indonesia yang melarang ekspor bijih nikel. Memang Indonesia sempat digugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan tersebut.
“Mereka takut negara kita kuat, dan saya yakin ada negara lain yang tidak ingin Indonesia berdaulat dalam mengelola sumber dayanya sendiri,” kata Bahlil.